Home / Article

Sunday, 8 August 2021 - 21:52 WIB

Ada 7 (Tujuh) Alasan Label, Mitos, Stigma Negatif Diproduksi, Dipelihara Dan Digunakan Bangsa Kolonial Modern Indonesia Atas Rakyat Dan Bangsa Papua Sejak 1 Mei 1963

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA

Artikel:

ADA 7 (TUJUH) ALASAN LABEL, MITOS, STIGMA  NEGATIF DIPRODUKSI, DIPELIHARA DAN DIGUNAKAN  BANGSA  KOLONIAL MODERN INDONESIA ATAS RAKYAT DAN BANGSA PAPUA SEJAK 1 MEI 1963

(Para pembaca yang mulia dan terhormat, pada artikel ini Anda akan belajar dan mengerti ada 7 (tujuh) alasan penguasa kolonial Indonesia memproduksi mitos-mitos, label dan stigma negatif terhadap orang asli Papua sejak 1 Mei 1963-sekarang)

Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman,MA

Para pembaca yang mulia dan terhormat, Ir. Sukarno distigma oleh kolonial Belanda sebagai separatis. Nelson Mandela dilabeli kolonial Apartheid komunis. Mahatma Gandhi distigma pembela dan pengacara kelas coolie.

Sejarah pendudukan dan penjajahan selalu berulang dari bangsa yang berbeda dan di era yang berbeda. Dalam pendudukan dan penjajahan penguasa asing kolonial modern Indonesia terhadap rakyat dan bangsa Papua dengan diproduksi, dipelihara dan digunakan sebagai mesin-mesin pembunuh dan pemusnahan.

Label, mitos dan stigma yang diciptakan, dipelihara dan dipergunakan dengan moncong senjata bangsa kolonial modern Indonesia sejak 1 Mei 1963.

Dalam tulisan ini, penulis menulis berbagai jenis dan bentuk hoax, mitos, stigms dan label yang diproduksi dan dipelihara dan digunakan oleh penguasa kolonial modern Indonesia dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963, sebagai berikut:  Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Gerakan Pengacau Liar (GPL), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Gerakan Separatis, pembuat makar, monyet, primitif, kanibal, Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB), Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), terbelakang, tertinggal, pemabuk, dan label terbaru yang paling terakhir ialah teroris.”  (baca artikel bertopik: KAMI BUKAN BANGSA TERORIS: KAMI MANUSIA BERMATABAT DAN PEMILIK SAH TANAH PAPUA” tertanggal, 4 Agustus 2021).

Penulis ajukan pertanyaan sebagai berikut:

Apakah rakyat dan bangsa Papua Barat benar sebagai GPK, GPL, OPM, Separatis, KKB, dan Teroris, Monyet?

Dalam perspektif atau pandangan serta keyakinan iman Kristen, bahwa rakyat dan bangsa Papua adalah umat Tuhan yang diciptakan oleh Tuhan sesuai menurut gambar dan rupa Tuhan yang tertulis sesuai dengan permulaan dari Kitab Suci.
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia sesuai menurut gambar dan rupa Kita,….supaya mereka berkuasa….” (Kejadian 1:26).

Fakta Kitab Suci memperlihatkan dengan tegas dan jelas, bahwa Tuhan tidak menciptakan rakyat dan bangsa Papua dengan stigma, mitos dan label negatif. Tuhan tidak jadikan orang-orang asli Papua sebagai GPK, GPL, OPM, Separatis, KKB, dan Teroris, Monyet.

Label, mitos dan stigma sudah melawan TUHAN dan melawan Firman Hidup serta Kitab Suci. Pelabelan, mitos-mitos dan stigma ini sudah merendahkan kemanusiaan yang dijadikan sesuai menurut dan gambar Tuhan. Semuanya ini kejahatan dan kekejaman yang dilakukan penguasa asing kolonial modern Indonesia. Kejahatan dan kekejaman serta kebrutalan penguasa kolonial modern Indonesia ini tidak bisa dibiarkan karena tidak benar, tidak adil, dan tidak memuliakan martabat kemanusiaan rakyat dan bangsa Papua.

Pertanyaan lain ialah apa tujuan label, mitos, stigma negatif ini diproduksi oleh penguasa kolonial modern Indonesia?

Tujuan pertama,  semua label, mitos, dan stigma itu diproduksi sebagai TOPENG dan  TAMENG atau WAYANG untuk menyembunyikan akar konflik kekerasan yang kejahatan yang sebenarnya, yaitu: Rasisme, Fasisme,  Ketidakadilan, Pelanggaran berat HAM, Militerisme, Pepera 1969  tidak demokratis yang dimenangkan ABRI, Kolonialisme dan Kapitalisme.

Tujuan kedua, semua label, mitos, dan stigma itu diproduksi sebagai slogan untuk digunakan penguasa kolonial Indonesia dan TNI-Polri untuk menjaga keamanan nasional dan kepentingan NKRI. Ini sebenarnya juga hanya sebagai TOPENG dan TAMENG atau WAYANG untuk memelihara dan melindungi aset-aset ekonomi para jenderal dan para pengusaha yang merampok dan mencuri sumber daya alam di Papua secara masif dan kolektif. Pernyataan-pernyataan penguasa dan para jenderal di publik bahwa demi kepentingan NKRI dan kepentingan nasional hanya KEBOHONGAN besar. Seluruh rakyat dan bangsa Indonesia sudah lama tertipu dan menjadi korban kebohongan dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963.

Tujuan ketiga, penguasa kolonial modern Indonesia dengan kekuatan TNI-Polri menciptakan label, mitos, stigma untuk memperkokoh dan memperkuat kekuatan TNI-Polri untuk menjaga, melindungi dan memelihara aset-aset Amerika Serikat, yaitu pertambangan emas di Namangkawi atau Ndugu-Ndugu (nama asing: PT Freeport MacMoran di Tembagapura).
Gunung Namangkawi dan Ndugu-Ndugu dirampok dan dicuri oleh dua bangsa kolonial, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia dengan Perjanjian Pencurian pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia melalui Pepera yang cacat hukum dan moral dan yang dimenangkan oleh ABRI.

Dengan tepat,  Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay mengatakan:  “Indonesia sudah merampas tanah masyarakat adat di Papua sejak lama, bahkan sebelum Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera 1969 dilaksanakan. Pada  7 April 1967, Indonesia dan Freeport Sulphur of Delaware menandatangani Kontrak Karya penambangan emas, perak, dan tembaga di lokasi yang saat ini menjadi areal tambang PT Freeport Indonesia.” (Sumber: Jubi, 4 Agustus 2021).

Tujuan keempat, penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri memproduksi label, mitos, stigma: GPK, GPL, Seperatis, Makar, OPM, KKB, Teroris, Monyet untuk mereduksi dan meng-kriminalisasi perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat dalam memperjuangan keadilan, kesamaan derajat, martabat kemanusiaan, hak politik untuk penentuan nasib sendiri untuk perdamaian permanen di Papua, Indonesia, Melanesia, Pasifik dan komunitas global.

Tujuan kelima, penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri mengkampanyekan mitos, label dan stigma negatif ini berulang-ulang, dan secara sistimatis, terstruktur, masif, dan kolektif dengan media-media utama elektronik dan cetak di Indonesia untuk menciptakan permusuhan terhadap orang-orang asli Papua dan mempertebal keyakinan rasisme. Dalam opini publik seluruh rakyat Indonesia sudah lama terbangun opini dan pendapat bahwa orang asli Papua itu separatis, makar, opm, kkb, monyet, dan teroris.

Contohnya, saya mengutip komentar Lutfi Mayasari setelah membaca artikel saya berjudul: “KAMI BUKAN BANGSA TERORIS: KAMI MANUSIA BERMATABAT DAN PEMILIK SAH TANAH PAPU” pada 4 Agustus 2021.

BACA JUGA  Egianus Kogeya Pejuang Bermartabat: Akar Konflik Papua Barat Tidak Bisa Diselesaikan Dengan Saling Curiga

“Socratez Yoman ternyata pendukung teroris OPM. Kelompok teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan oknum tokoh-tokoh agama terus menebarkan propaganda bahwa Pemerintah Indonesia melabeli seluruh masyarakat Papua sebagai teroris. Hal tersebut sangat bertentangan dengan realita di lapangan bahwa pelabelan teroris hanya diberikan kepada para anggota kelompok kriminal bersenjata yang kini semakin biadab dan terus menebarkan teror kepada masyarakat. Masyarakat Papua juga sangat setuju tentang pelabelan teroris kepada kelompok kriminal bersenjata di Papua.”

Menanggapi ini, penulis mengutip pandangan Pdt. Dr. Benny Giay, Ph. D., Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC) dan juga Ketua Sinode Gereja Kemah Injil di Tanah Papua. Pandangan Pdt Giay sebagai berikut:

“Penguasa Indonesia, walaupun berpendidikan tinggi dan berpangkat tinggi, tetap memilih menggunakan otot, senjata, penculikan, hingga pembunuhan-cara-cara tidak bermartabat dalam perbedaan ideologi dan pilihan politik. Ada kedangkalan wawasan dalam dari kekuasaan otoriter.” (Sumber: Kematian Theys Eluay: Kematian HAM di Papua, Giay:2004).

Komentar dari Lutfi Mayasari sudah merupakan keterwakilan dari sebagaian besar rakyat Indonesia yang berpendidikan rendah dan juga orang-orang sudah sekolah menjadi korban kebohongan yang dikampanyekan penguasai kolonial modern dan TNI-Polri selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963.

Ingat! Tidak ada rakyat dan bangsa Papua yang setuju dengan pelabelan teroris. Justeru sebaliknya, rakyat dan bangsa Papua Barat menjadi korban penghinaan dan pelecehan martabat kemanusiaan kami sebagai manusia dalam sejarah yang terlama dan terpanjang di Asia.

Tujuan keenam, Papua memang sengaja dikelola dan dipelihara sebagai wilayah konflik kekerasan militer dengan mitos-mitos, stigma dan label supaya ada justifikasi (pembebaran) untuk operasi-operasi militer, ada tambahan dana operasi militer, untuk kenaikan pangkat dan menjaga bisnis-bisnis para jenderal dan para pengusaha.

Tujuan ketujuh, label, mitos-mitos, dan label itu diproduksi dan digunakan sebagai pembenaran (jastifikasi) untuk pembunuhan dan pemusnahan etnis orang asli Papua secara sistematis, terstruktur, terlembaga, masif dan kolektif. Pemunahan Etnis Orang Asli Papua adalah sebuah fakta di depan mata kita.

Untuk mengetahui lebih dalam penulis merekomendasikan untuk memiliki 4 judul buku:

  1. Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM (Yoman, 2005).
  2. Melawan Rasisme dan Stigma di Tanah Papua (Yoman, 2020).
  3. Jejak-Jejak Kekerasan dan Militerisme di Papua (Yoman, 2021)
  4. Kami Bukan Bangsa Teroris (Yoman, 2021).

Akhir dari artikel ini penulis mau sampaikan kepada para penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri serta seluruh rakyat Indonesia, bahwa:

“KAMI ATAU SAYA SUDAH SEKOLAH.”

Terima kasih. Tuhan memberkati para pembaca melalui artikel pendek ini.

Waa…Waa….Waa…Kianonak.

Ita Wakhu Purom, Sabtu, 7 Agustus 2021

Penulis:

  1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
  2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
  3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).
  4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

Artikel:

ADA 7 (TUJUH) ALASAN LABEL, MITOS, STIGMA  NEGATIF DIPRODUKSI, DIPELIHARA DAN DIGUNAKAN  BANGSA  KOLONIAL MODERN INDONESIA ATAS RAKYAT DAN BANGSA PAPUA SEJAK 1 MEI 1963

(Para pembaca yang mulia dan terhormat, pada artikel ini Anda akan belajar dan mengerti ada 7 (tujuh) alasan penguasa kolonial Indonesia memproduksi mitos-mitos, label dan stigma negatif terhadap orang asli Papua sejak 1 Mei 1963-sekarang)

Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman,MA

Para pembaca yang mulia dan terhormat, Ir. Sukarno distigma oleh kolonial Belanda sebagai separatis. Nelson Mandela dilabeli kolonial Apartheid komunis. Mahatma Gandhi distigma pembela dan pengacara kelas coolie.

Sejarah pendudukan dan penjajahan selalu berulang dari bangsa yang berbeda dan di era yang berbeda. Dalam pendudukan dan penjajahan penguasa asing kolonial modern Indonesia terhadap rakyat dan bangsa Papua dengan diproduksi, dipelihara dan digunakan sebagai mesin-mesin pembunuh dan pemusnahan.

Label, mitos dan stigma yang diciptakan, dipelihara dan dipergunakan dengan moncong senjata bangsa kolonial modern Indonesia sejak 1 Mei 1963.

Dalam tulisan ini, penulis menulis berbagai jenis dan bentuk hoax, mitos, stigms dan label yang diproduksi dan dipelihara dan digunakan oleh penguasa kolonial modern Indonesia dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963, sebagai berikut:  Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Gerakan Pengacau Liar (GPL), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Gerakan Separatis, pembuat makar, monyet, primitif, kanibal, Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB), Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), terbelakang, tertinggal, pemabuk, dan label terbaru yang paling terakhir ialah teroris.”  (baca artikel bertopik: KAMI BUKAN BANGSA TERORIS: KAMI MANUSIA BERMATABAT DAN PEMILIK SAH TANAH PAPUA” tertanggal, 4 Agustus 2021).

Penulis ajukan pertanyaan sebagai berikut:

Apakah rakyat dan bangsa Papua Barat benar sebagai GPK, GPL, OPM, Separatis, KKB, dan Teroris, Monyet?

Dalam perspektif atau pandangan serta keyakinan iman Kristen, bahwa rakyat dan bangsa Papua adalah umat Tuhan yang diciptakan oleh Tuhan sesuai menurut gambar dan rupa Tuhan yang tertulis sesuai dengan permulaan dari Kitab Suci.
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia sesuai menurut gambar dan rupa Kita,….supaya mereka berkuasa….” (Kejadian 1:26).

Fakta Kitab Suci memperlihatkan dengan tegas dan jelas, bahwa Tuhan tidak menciptakan rakyat dan bangsa Papua dengan stigma, mitos dan label negatif. Tuhan tidak jadikan orang-orang asli Papua sebagai GPK, GPL, OPM, Separatis, KKB, dan Teroris, Monyet.

Label, mitos dan stigma sudah melawan TUHAN dan melawan Firman Hidup serta Kitab Suci. Pelabelan, mitos-mitos dan stigma ini sudah merendahkan kemanusiaan yang dijadikan sesuai menurut dan gambar Tuhan. Semuanya ini kejahatan dan kekejaman yang dilakukan penguasa asing kolonial modern Indonesia. Kejahatan dan kekejaman serta kebrutalan penguasa kolonial modern Indonesia ini tidak bisa dibiarkan karena tidak benar, tidak adil, dan tidak memuliakan martabat kemanusiaan rakyat dan bangsa Papua.

Pertanyaan lain ialah apa tujuan label, mitos, stigma negatif ini diproduksi oleh penguasa kolonial modern Indonesia?

BACA JUGA  OTONOMI KHUSUS NOMOR 21 TAHUN 2001 BUKAN UNDANG-UNDANG KEUANGAN: PEMERINTAH INDONESIA JANGAN MENGUKUR MARTABAT ORANG ASLI PAPUA DENGAN NILAI UANG DAN JANGAN MENGABURKAN AKAR PERSOALAN PAPUA DENGAN PROMOSI NILAI UANG Rp 94,24 TRILIUN RUPIAH

Tujuan pertama,  semua label, mitos, dan stigma itu diproduksi sebagai TOPENG dan  TAMENG atau WAYANG untuk menyembunyikan akar konflik kekerasan yang kejahatan yang sebenarnya, yaitu: Rasisme, Fasisme,  Ketidakadilan, Pelanggaran berat HAM, Militerisme, Pepera 1969  tidak demokratis yang dimenangkan ABRI, Kolonialisme dan Kapitalisme.

Tujuan kedua, semua label, mitos, dan stigma itu diproduksi sebagai slogan untuk digunakan penguasa kolonial Indonesia dan TNI-Polri untuk menjaga keamanan nasional dan kepentingan NKRI. Ini sebenarnya juga hanya sebagai TOPENG dan TAMENG atau WAYANG untuk memelihara dan melindungi aset-aset ekonomi para jenderal dan para pengusaha yang merampok dan mencuri sumber daya alam di Papua secara masif dan kolektif. Pernyataan-pernyataan penguasa dan para jenderal di publik bahwa demi kepentingan NKRI dan kepentingan nasional hanya KEBOHONGAN besar. Seluruh rakyat dan bangsa Indonesia sudah lama tertipu dan menjadi korban kebohongan dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963.

Tujuan ketiga, penguasa kolonial modern Indonesia dengan kekuatan TNI-Polri menciptakan label, mitos, stigma untuk memperkokoh dan memperkuat kekuatan TNI-Polri untuk menjaga, melindungi dan memelihara aset-aset Amerika Serikat, yaitu pertambangan emas di Namangkawi atau Ndugu-Ndugu (nama asing: PT Freeport MacMoran di Tembagapura).
Gunung Namangkawi dan Ndugu-Ndugu dirampok dan dicuri oleh dua bangsa kolonial, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia dengan Perjanjian Pencurian pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia melalui Pepera yang cacat hukum dan moral dan yang dimenangkan oleh ABRI.

Dengan tepat,  Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay mengatakan:  “Indonesia sudah merampas tanah masyarakat adat di Papua sejak lama, bahkan sebelum Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera 1969 dilaksanakan. Pada  7 April 1967, Indonesia dan Freeport Sulphur of Delaware menandatangani Kontrak Karya penambangan emas, perak, dan tembaga di lokasi yang saat ini menjadi areal tambang PT Freeport Indonesia.” (Sumber: Jubi, 4 Agustus 2021).

Tujuan keempat, penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri memproduksi label, mitos, stigma: GPK, GPL, Seperatis, Makar, OPM, KKB, Teroris, Monyet untuk mereduksi dan meng-kriminalisasi perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat dalam memperjuangan keadilan, kesamaan derajat, martabat kemanusiaan, hak politik untuk penentuan nasib sendiri untuk perdamaian permanen di Papua, Indonesia, Melanesia, Pasifik dan komunitas global.

Tujuan kelima, penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri mengkampanyekan mitos, label dan stigma negatif ini berulang-ulang, dan secara sistimatis, terstruktur, masif, dan kolektif dengan media-media utama elektronik dan cetak di Indonesia untuk menciptakan permusuhan terhadap orang-orang asli Papua dan mempertebal keyakinan rasisme. Dalam opini publik seluruh rakyat Indonesia sudah lama terbangun opini dan pendapat bahwa orang asli Papua itu separatis, makar, opm, kkb, monyet, dan teroris.

Contohnya, saya mengutip komentar Lutfi Mayasari setelah membaca artikel saya berjudul: “KAMI BUKAN BANGSA TERORIS: KAMI MANUSIA BERMATABAT DAN PEMILIK SAH TANAH PAPU” pada 4 Agustus 2021.

“Socratez Yoman ternyata pendukung teroris OPM. Kelompok teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan oknum tokoh-tokoh agama terus menebarkan propaganda bahwa Pemerintah Indonesia melabeli seluruh masyarakat Papua sebagai teroris. Hal tersebut sangat bertentangan dengan realita di lapangan bahwa pelabelan teroris hanya diberikan kepada para anggota kelompok kriminal bersenjata yang kini semakin biadab dan terus menebarkan teror kepada masyarakat. Masyarakat Papua juga sangat setuju tentang pelabelan teroris kepada kelompok kriminal bersenjata di Papua.”

Menanggapi ini, penulis mengutip pandangan Pdt. Dr. Benny Giay, Ph. D., Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC) dan juga Ketua Sinode Gereja Kemah Injil di Tanah Papua. Pandangan Pdt Giay sebagai berikut:

“Penguasa Indonesia, walaupun berpendidikan tinggi dan berpangkat tinggi, tetap memilih menggunakan otot, senjata, penculikan, hingga pembunuhan-cara-cara tidak bermartabat dalam perbedaan ideologi dan pilihan politik. Ada kedangkalan wawasan dalam dari kekuasaan otoriter.” (Sumber: Kematian Theys Eluay: Kematian HAM di Papua, Giay:2004).

Komentar dari Lutfi Mayasari sudah merupakan keterwakilan dari sebagaian besar rakyat Indonesia yang berpendidikan rendah dan juga orang-orang sudah sekolah menjadi korban kebohongan yang dikampanyekan penguasai kolonial modern dan TNI-Polri selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963.

Ingat! Tidak ada rakyat dan bangsa Papua yang setuju dengan pelabelan teroris. Justeru sebaliknya, rakyat dan bangsa Papua Barat menjadi korban penghinaan dan pelecehan martabat kemanusiaan kami sebagai manusia dalam sejarah yang terlama dan terpanjang di Asia.

Tujuan keenam, Papua memang sengaja dikelola dan dipelihara sebagai wilayah konflik kekerasan militer dengan mitos-mitos, stigma dan label supaya ada justifikasi (pembebaran) untuk operasi-operasi militer, ada tambahan dana operasi militer, untuk kenaikan pangkat dan menjaga bisnis-bisnis para jenderal dan para pengusaha.

Tujuan ketujuh, label, mitos-mitos, dan label itu diproduksi dan digunakan sebagai pembenaran (jastifikasi) untuk pembunuhan dan pemusnahan etnis orang asli Papua secara sistematis, terstruktur, terlembaga, masif dan kolektif. Pemunahan Etnis Orang Asli Papua adalah sebuah fakta di depan mata kita.

Untuk mengetahui lebih dalam penulis merekomendasikan untuk memiliki 4 judul buku:

  1. Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM (Yoman, 2005).
  2. Melawan Rasisme dan Stigma di Tanah Papua (Yoman, 2020).
  3. Jejak-Jejak Kekerasan dan Militerisme di Papua (Yoman, 2021)
  4. Kami Bukan Bangsa Teroris (Yoman, 2021).

Akhir dari artikel ini penulis mau sampaikan kepada para penguasa kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri serta seluruh rakyat Indonesia, bahwa:

“KAMI ATAU SAYA SUDAH SEKOLAH.”

Terima kasih. Tuhan memberkati para pembaca melalui artikel pendek ini.

Waa…Waa….Waa…Kianonak.

Ita Wakhu Purom, Sabtu, 7 Agustus 2021

Penulis:

  1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
  2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
  3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).
  4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

Share :

Baca Juga

pdt-socratez-sofyan-yoman

Article

Mari, Kita Bersatu Untuk Menolak Dikotomi Dan Adu Domba Atau Provokasi Orang Asli Papua: Papua Tetap Satu Sorong-Samarai
PGBBWP

Article

Akar Konflik Papua Sudah Menjadi ‘Kanker Atau Tumor Ganas’ Di Dalam Tubuh Bangsa Indonesia, Akibat Penyakit Diskriminasi Rasial, Fasisme, Militerisme, Kapitalisme, Kolonialisme, Ketidakadilan, Dan Pelanggaran Berat Ham Selama 58 Tahun Sejak 1 Mei 1963-Sekarang
Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA

Article

Mimbar Gereja-Gereja Di Tanah Papua Harus Mendukung Dalam Doa Bagi Pejuang Papua Barat Merdeka & Yang Mendukung NKRI
Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua

Article

Sudah Waktunya Penduduk Orang Asli Papua (POAP) Berhak Mengevaluasi Dan Menggugat Keberadaan Indonesia Di Tanah Papua

Article

Apakah Ada Masalah Antara BPK Dengan KPK ?

Article

Victor Mambor wartawan senior Papua: DULU OPM, Sekarang ULMWP

Article

Penguasa Indonesia dan aparat keamanan TNI-Polri berwatak dan berjiwa rasis dan fasis

Article

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG LAHIRNYA UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS (OTSUS) PAPUA