Ini Bukan Masalah Korupsi
ADA MASALAH APA BARNABAS SUEBU, JOHN IBO, LUKAS ENEMBE, ELTINUS OMALENG, RICKY HAM PAGAWAK DENGAN PENGUASA INDONESIA?
(Ini bukan masalah Korupsi. Ini masalah penghancuran harkat dan martabat Penduduk Orang Asli Papua di atas Tanah leluhur kami secara sistematis, terprogram, terstruktur, meluas, masif dan kolektif.POAP harus kritis dan membuka mata dengan fenomena aneh yang jahat dari penguasa kolonial Indonesia)
Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman
Saya yakin dan setuju, apa yang dikatakan Pendeta Dr. Benny Giay, mantan Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua dan sekarang Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC) pernah mengatakan:
Semua Penduduk Orang Asli Papua (POAP), yaitu “Kamu gubernurkah, bupatikah, camatkah, Ketua dan anggota DPR-kah, anggota TNI dan Polri-kah, kamu semua berada dalam penjara Indonesia.”
Pada 21 September 2022, Tokoh Nasional asal Papua, Natalius Pigai sampaikan kepada saya, sebagai berikut;
“Penduduk Orang Asli Papua sebagai pendukung, penentang, pengkhianat, dan penjilat di Indonesia, di mata penguasa Indonesia, kamu semua sama saja para kumpulan monyet dan tidak ada nilai kemanusiaan di republik ini.”
Menurut keyakinan saya, dalam pandangan orang Indonesia, POAP yang hitam, keriting adalah penghalang, penghambat, gangguan besar, dan manusia kelas dua, maka pantas dimonyetkan, dimutilasi,dikopi-susukan dan dimusnahkan dari Tanah leluhur mereka.
Ada 4 pendekatan yang dilakukan penguasa kolonial modern Indonesia dalam rangka PEMUSNAHAN etnis Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sebagai berikut:
- Rakyat sipil di-OPK-kan, Separatis-kan, Makar-kan, KKB-kan, Monyet-kan, Separatis-kan, Kriminalkan, Teroris-kan dan dimutilasi dan disiksa dan dtembak mati.
- Para pemimpin atau Pejabat Papua dilumpuhkan dan dihancurkan dengan Kriminalisasi Korupsi. Para pemimpin yang berpotensi dan memiliki kapasitas kemampuan yang hebat dan luar biasa untuk melindungi dan berpihak kepada rakyat dilumpuhkan dengan label korupsi, walaupun tidak ada bukti-bukti.
Contoh nyata di depan kita. Barnabas Suebu, salah satu tokoh kunci dan tokoh besar yang dimiliki POAP pernah menyatakan penyesalannya atas kriminalisasi terhadap dirinya. Pernyataan beliau, saya kutip sebagai berikut:
“Saya sebagai orang Papua menyesal ikut bergabung ke NKRI. Di pengadilan saya juga tidak terbukti satu sen pun korupsi. Tapi saya masih dizolimi. Jadi saya menyesal.Tulis itu ya, jangan pernah takut tulis tentang kebenaran.”
Lalu, Lukas Enembe gubernur Papua mengatakan: ” Pak Mahfud dan KPK, mereka tipu saja. Mereka dipakai untuk kepentingan Partai PDIP. Paulus Waterpauw diminta minta wakil gubernur pada saat periode kedua, tapi saya tolak karena sudah ada Klemen Tinal. Waktu Klemen Tinal meninggal, Tito Karnavian dan Bahlil Lahadalia datang menggunakan Jet Pribadi, mereka dua menekan saya, supaya posisi wagub yang kosong diisi oleh Paulus Waterpauw. Ini masalah sentimen politik tahun 2024 bukan korupsi. Pak Mahfud dan KPK menipu rakyat Indonesia.”
- Para pemimpin Gereja atau agama dilabelkan “Provokator” yang memprovokasi rakyat. Pada saat para pemimpin Gereja dan Agama bersuara dari bagian tak terpisahkan sebagai tugas pastoral atau penggembalaan, penguasa berusaha membungkam mulut para pemimpin Gereja dan Agams dengan stigma atau label “pemimpin gereja atau agama provokator.”
- Para penguasa Indonesia melumpuhkan dan melemahkan Gereja di Papua dengan melabelkan atau memberikan stigma Gereja penndukung Papua Merdeka.
Perlu dan penting untuk dimengerti ialah
Keberpihakan Gereja terhadap POAP yang berjuang untuk Papua Barat Merdeka itu tidak menyalahi isi Kitab Suci, Alkitab. Keberpihakan Gereja pada POAP yang berjuang untuk Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination) itu bagian integral yang terpisahkan dari tugas-tugas utama pastoral Gereja. Gereja menghargai hak politik dan hak hidup masa depan POAP yang lebih baik dan damai. Karena Gereja diberikan mandat dan kuasa serta tugas dari Tuhan Yesus untuk memelihara, menjaga dan menggembalakan umat Tuhan. “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-17).
Dalam posisi Gereja sebagai Benteng Terakhir yang memegang mandat dan kuasa TUHAN Yesus Kristus mengerti dan menyadari, bahwa TUHAN tidak melarang Papua Merdeka, Alkitab tidak melarang Papua Merdeka, Gereja tidak melarang Papua Merdeka. Karena, yang dilarang TUHAN, Alkitab, Gereja ialah jangan MEMBUNUH, JANGAN MEMUTILASI, JANGAN MENYIKSA umat Tuhan dan jangan MENCURI (Keluaran 20:13, 15).
Dari pemahaman ini, saya mengajak semua POAP jangan lihat secara sempit kata “Korupsi” yang dipakai oleh para penguasa Indonesia. POAP harus berpikir kritis dan analisa mendalam serta luas untuk mengetahui agenda-agenda rahasia penguasa kolonial modern Indonesia jangka pendek, menengah dan panjang dibalik kata “korupsi”. Rakyat kecil atau warga sipil dilabel separatis, makar, opm, kkb, dan teroris, dan gereja distigma pendukung Papua Merdeka, para pejabat dikriminalisasi dengan senjata “korupsi.”
Penguasa Indonesia menebang dan merobohkan para pemimpin Papua yang berpotensi dan lebih berpihak kepada rakyat seperti: Barnabas Suebu, John Ibo, Lukas Enembe, Ricky Ham Pagawak, Eltinus Omaleng dan masih banyak lain. Para pemimpin POAP ini harus dilumpuhkan dan dibuat tidak berdaya dengan label korupsi. Ini bentuk kriminalisasi para pemimpin yang paling ampuh dan jitu. Supaya dalam provinsi-provisi boneka Indonesia di Tanah Papua dipimpin oleh orang-orang asli Papua yang sudah “dilumpuhkan” yang mendukung agenda-agenda Hendropriyono, Tito Karnavian, Mahfud MD, Luhut Binsar Panjaitan, Ibu Megawati Sukarnoputri dan penguasa rasis dan fasis yang lain.
Negara berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara wajar atau tidak wajar, untuk membelokkan, menguburkan dan menghilangkan sejarah akar konflik Papua yang sudah ditemukan atau dirumuskan 4 akar masalah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan sekarang diganti dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jadi, Indonesia bekerja keras untuk “mencuci” tangan dari kejahatan pelanggaran berat HAM.
Menurut keyakinan saya, untuk membelokkan, menguburkan, dan menghilangan dan Indonesia “mencuci” tangan dari kejahatan kemanusiaan yang menimbulkan tragedi kemanusiaan itu tidak mungkin atau tidak akan dihilangkan. Karena, persoalan Papua sudah menjadi seperti: Luka membusuk dan bernanah, penyakit kanker ganas, duri dan kerikil si dalam tubuh bangsa Indonesia. Luka membusuk dan bernanah, kanker ganas harus disembuhkan dan duri dan kerikil harus dicabut dan dibuang dengan jalan perundingan damai antar dua bangsa di meja perundingan yang dimediasi pihak ketiga di tempat netral seperti contoh GAM Aceh dengan Indonesia di Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Akhir dari artikel ini, saya mengajak: Mari, kita sadar, bangkit, bersatu, dan melawan upaya kriminalisasi, stigmatisasi para pejabat atau pemimpin dan seluruh Penduduk Orang Asli Papua (POAP). Tirani penguasa Indonesia berjalan telanjang ini harus dilawan dengan kekuatan senjata KESADARAN dan PERSATUAN. Jauhkan dikotomi Papua Pantai dan Papua Gunung. Papua Tetap Satu dan Selamanya Satu.
“Jangan takut tulis tentang sebuah kebenaran” (Barnabas Suebu, SH).
“Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya. – In Memoriam Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy.”
Terima kasih. Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, 22 September 2022
Penulis
- Presiden Persekutuan Gereja-gereja
Baptis West Papua; - Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC),
- Anggota: Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC);
- Anggota Alliance Baptis Dunia (WBA).
===========
Nomor kontak: 08124888458