Home / Article

Friday, 25 March 2022 - 11:48 WIB

Apakah Komnas HAM RI Mau Berdialog Dengan OPM Binaan Militer Atau Kepolisian Indonesia?

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA

Artikel

APAKAH KOMNAS HAM RI MAU BERDIALOG DENGAN OPM BINAAN MILITER ATAU KEPOLISIAN INDONESIA?

Oleh Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman,MA

Mengurus dialog untuk penyelesaian persoalan konflik vertikal Indonesia dan Papua yang menahun (kronis) 61 tahun sejak 1 Desember 1961 atau 59 tahun sejak 1 Mei 1963 bukan domainnya KOMNAS HAM RI.

Tugas KOMNAS HAM RI sebagai lembaga milik Negara dan dibiayai Negara  harus proaktif untuk mendorong pemerintah Indonesia untuk kunjungan Komisi HAM PBB  ke Papua sesuai dengan desakan atau permintaan 85 Negara dan termasuk Uni Eropa dan juga PBB.

KOMNAS HAM RI berusaha untuk menghalang-halangi atau menghambat kunjungan Komisi HAM PBB ke Papua. Gerakan ini bagian yang tak terpisahkan dari kejahatan Negara secara sistimatis, struktural, masif dan kolektif.

Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam Seruan Moral, 20 Maret 2022 dapat menyoroti:

“….Dan kami juga menilai langkah-langkah KOMNAS HAM imi ditempuh dalam rangka politik PENCITRAAN Negara Indonesia.”

Pdt. Dr. Benny Giay, Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 20 Maret  menyampaikan kepada KOMNAS HAM RI sebagai berikut:

“Sejak 1980an hingga 1990an, OPM ini dikenal bukan sebagai organisasi tunggal. Dia seperti LMA (Lembaga Masyarakat Adat). Ada LMA yang dibentuk pemerintah. Demikian juga, disamping OPM benaran yang sudah ada tetapi ada juga OPM yang dibentuk para pihak.
Dalam buku ‘Cahaya Bintang Kejora, alm George Aditjontro dan para pegiat LSM mengangkat  ‘OPM binaan’ Pihak Keamanan di Tanah Papua, yang bisa dimanfaatkan kapan saja, mereka dibutuhkan. Apa lagi dengan sejumlah fakta yang disebutkan di atas. Apakah Kita bisa katakan yang OPM dalam benak KOMNAS HAM itu OPM merah putih?  Hanya KOMNAS HAM RI bisa jawab.

Tetapi dalam sejarah Papua,, OPM merah putih ini adalah fakta yang hadir, kapan mereka dibutuhkan bisa dipesan untuk menyerahkan diri. Apkah bisa Hari ini KOMNAS HAM pesan OPM gaya itu untuk datang berdialog dengan Presiiden Jokowi? Dalam pengalaman orang Papua hitam, OPM merah putih punya SeJarah menyerahkan diri /datang cium bendera merah putih di depan petinggi ke amanan, setelah itu menghilang lagi. Simak sjarah OPM merah putih.

  1. Pada tahun 2017 sebanyak 154 anggota OPM yang menyerah;
  2. Pada pada tahun 2019 ada 12 anggota OPM yang menyerahkan diri;
  3. Pada  Juli 2020 ada 5 anggota OPM yang menyerahkan dan mencium bendera NKRI dan bacakan sumpah setia kpada NKRI;
  4. Dua bulan kemudian, September 2020, 10 anggota OPM menyerahkan diri;
  5. Kelompok Aleks menyerahkan diri ke NKRI dengan 17 anggota pada tanggal 8 Mei 2021; (6) Jenderal OPM dan anggotanya menyerahkan diri pada tanggal 16 Juni 2021.

Apakah OPM yang dihubungi diam-diam pihak KOMNAS HAM ini OPM merah putih? Ataukah faksi OPM yg lemah yg dimanfaatkan KOMNAS HAM atau pihak2 lain di Tanah Papua?”

Alm. Dr. George Junus Aditjondro dalam bukunya Cahaya Bintang Kejora mengabadikan, sebagai berikut:

“…Jadi yang menghidupkan OPM juga tentara. Sekali lagi, maksudnya adalah biar ada uang operasi yang bos-bos atau jenderal-jenderalnya bisa makan. Kalau yang prajurit-prajurit, makannya cukup hasil tukar burung kuning. Yang bos-bos,makannya jutaan duit operasi. Kalau tidak ada situasi genting, maka tidak akan keluar uang dari Negara…Salah satu problem yang sering menghantui rakyat Papua, yaitu OPM bayangan (ciptaan aparat). OPM bayangan bentukan ini tidak segera dihilangkan, maka keberadaan Papua sebagai bagian terpadu dari NKRI akan terus dipermasalahkan atau digugat…”(George, 2000:174-175).

BACA JUGA  SilverSneakers Fitness Program Improves Older Adult’s Physical and Mental Health

“OPM binaan TNI-Polri ini sedang menjamur di West Papua. Mereka berpenampilan menyeramkan dan memakai baju dan celana loreng milik TNI. Mereka ada komunikasi dengan Petinggi TNI-Polri. Nomor Handphone (HP) pimpinan OPM binaan ada di Dandim, Kapolres, bahkan di Pangdam dan Kapolda.” ( Kami Bukan Bangsa Teroris: Yoman, 2021:55).

Dalam buku PEMUSNAHAN ETNIS MELANESIA-Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan Di Papua Barat, penulis mengabadikan sebagai berikut:

“OPM Sejati dan OPM Binaan atau yang dibentuk dan dibina Militer dan Polisi Indonesia.”(Yoman,  2007:255-256).

Pemerintah Republik Indonesia dan KOMNAS HAM RI jangan menipu dan membohongi rakyat dan bangsa Indonesia tentang kemajuan dan perkembangan serta pencapaian perjuangan seluruh rakyat dan bangsa Papua melalui wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). 

ULMWP ada di MSG, ada PIF, ada ACP, ada di Uni Eropa dan juga ada di PBB.

ULMWP juga ada di Dewan Gereja Papua (WPCC), ada Pastor Pribumi Papua, ada di PCC, Ada Wali Gereja Pasifik, ada di Dewan Gereja Dunia (WCC).

Karena ini perjuangan keadilan, martabat kemanusiaan, kesamaan derajat, kedamaian dan hak politik sebuah bangsa Penduduk Pribumi ( Indeginous People) yang dijamin oleh hukum internasional dan juga Undang-undang Negara Republik Indonesia, bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa, oleh karena itu, penjajahan Indonesia atas  Penduduk bangsa Pribumi Papua harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Jadi, tugas dan peran yang HARUS difungsikan KOMNAS HAM RI sebagai berikut:

  1. Mendorong pemerintah Indonesia untuk Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua sesuai dengan permintaan dan desakan dari 85 Negara, Uni Eropa dan PBB; dan
  2. Mendorong atau mendukung pemerintah RI untuk menunjuk seorang Utusan Khusus (Special Envoy) untuk urusan perundingan atau dialog antara RI-ULMWP.

Kesimpulannya:

KOMNAS HAM RI mendorong pemerintah RI untuk berdialog damai dengan ULMWP.

KOMNAS HAM RI juga mendukung sikap resmi Dewan Gereja Papua (WPCC), dalam Seruan Moral 20 Maret 2022, sebagai berikut:

“Untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di Tanah Papua, kami tetap KONSISTEN mendesak dilakukannya Dialog antara Pemerintah Indonesia dengan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua), seperti yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam penyelesaian konflik Aceh.

Surat Gembala Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 5 Februari 2021, juga tertuang permintaan kami:

“Presiden Jokowi, pada tanggal 30 September 2019, sudah berjanji di depan media masa di Jakarta bahwa pihaknya ingin bertemu dengan ‘kelompok pro referendum Papua’. Sehingga kami percaya bahwa Indonesia/Jakarta pada akhirnya akan berunding dengan ULMWP. Melalui surat ini kami menagih janji tersebut.”

Pada 26 Agustus 2019, Dewan Gereja Papua (WPCC) juga meminta untuk KEADILAN dari Pemerintah Republik Indonesia atas masalah Papua seperti yang ditunjukkan kepada GAM di Aceh. Wakil Presidem Yusuf Kalla secara aktif mendorong dialog dengan GAM yang dimediasi pihak internasional, sementara ULMWP diberikan stigma KKB yang diperhadapkan dengan pendekatan militer. Oleh karena itu, kami menuntut Pemerintah Indonesia berdialog dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral.”

BACA JUGA  Indonesia Kolonial Primitif Dan Rasis Di Era Modern Yang Menduduki Dan Menjajah Bangsa Papua Barat Sejak 19 Desember 1961 Sampai Tahun 2022

Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam Surat Gembala pada tanggal 13 September 2019 disampaikan seruan sebagai berikut:

“Mendesak Pemerintah Indonesia segera membuka diri berunding dengan ULMWP sebagaimana Pemerintah Indonesia telah menjadikan GAM di ACEH sebagai Mitra Perundingan yang dimediasi pihak ketiga; sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk menghadirkan perdamaian yang permanen di Tanah Papua, sesuai dengan Seruan Surat Gembala yang pada tanggal 26 Agustus yang telah dibacakan dan diserahkan langsung kepada Panglima TNI dan KAPOLRI di Swiss-Bell Hotel Jayapura.

KOMNAS HAM RI perlu perhatikan dan simak baik-baik, apa yang disampaikan Victor Mambor salah satu wartawan Senior yang dimiliki orang Papua, Melanesia dan Pasifik ini, sebagai berikut:

“Dulu OPM, sekarang namanya ULMWP dan OPM Freedom Fighter bukan KKB.”

Filep J.S. Karma menegaskan: “OPM adalah ULMWP. ULMWP adalah OPM.”

Rex Rumakiek, salah satu tokoh OPM yang masih hidup mengatakan:

“ULMWP adalah roh baru dari OPM.”

Sementara Mikha G mengatakan: “ULMWP adalah kita dan kita adalah ULMWP “

Bibit atau benih-benih untuk terbentuk ULMWP sudah ditaburkan dan  di tanam di beberapa Negara oleh para tokoh dan pahlawan OPM. Dulu di OPM ada di Belanda, Di Dakkar-Senegal, di Australia, di Vanuatu dan di PNG. S

Dari gerakan OPM bertahun-tahun itu telah melahirkan tiga faksi besar, yaitu:

  1. Republik Federal Papua Barat-Federal Republic of West Papua yang disingkat NFRPB);
  2. Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (West Papua National Coalition for Liberation) yang disingkat WPNCL
  3. Parlemen Nasional Papua Barat (National Parliament of West Papua) yang disingkat NPWP.

Tiga arus kekuatan ini bersatu dan berkomitmen membangun satu rumah besar sebagai rumah bersama, honai bersama, dan perahu bersama sebagi milik rakyat dan bangsa Papua dan  merupakan wadah perjuangan politik resmi, yaitu ULMWP pada 7 Desember 2014 di Vanuatu.

Jadi, status dan kedudukan ULMWP itu sama atau setara dengan ANC di Afrika Selatan, PLO di Palestina, FRETILIN di Timor Leste (dulu: Timor Timur).

Ada satu pertanyaan kunci dan penting untuk kita semua.

Mengapa perjuangan OPM tidak pernah didukung oleh Gereja dan komunitas internasional walaupun sejak tahun 1960-an sudah ada di PNG, Australia, Belanda, Di Dakkar-Senegal?

Karena, OPM dinarasikan sebagai gerakan yang menggunakan kekerasan-kekerasan. Pada kenyataannya tidak seperti yang digembor-gemborkan oleh penguasa kolonial modern Indonesia dalam berbagai kesempatan dari waktu ke waktu. Maka Negara menciptakan OPM stigma dan label negatif di publik. Di sini persoalannya.

Jadi, melalui artikel ini, pesan penting disampaikan kepada KOMNAS HAM RI jangan mereduksi dan membelokkan posisi rakyat dan bangsa Papua yang sudah jelas, yaitu:

Perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti GAM Aceh-RI di Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Doa dan harapan penulis, supaya tulisan ini berguna dan ada pencerahan.

Waa….Waa….Kinaonak!

Ita Wakhu Purom, 25 Maret 2022

=========

Penulis:

  1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
  2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
  3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
  4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

Share :

Baca Juga

Dr. Yoman

Article

Apakah benar Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969 adalah AKAR MASALAH West Papua?
pdt-socratez-sofyan-yoman

Article

Mari, Kita Bersatu Untuk Menolak Dikotomi Dan Adu Domba Atau Provokasi Orang Asli Papua: Papua Tetap Satu Sorong-Samarai
Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA

Article

STATUS QUO & QUO VADIS KEKUASAAN KOLONIALISME MODEREN INDONESIA DI PAPUA SELAMA 57 TAHUN SEJAK 1963
Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA

Article

RAKYAT DAN BANGSA WEST PAPUA HIDUP DALAM PENJARA MITOS-MITOS & IDEOLOGI KOLONIAL BANGSA INDONESIA

Article

WEST PAPUA MERUPAKAN WILAYAH PASAR KEKERASAN MILITER DAN KEPOLISIAN INDONESIA

Article

DILARANG JUAL TANAH ATAU JANGAN MENJUAL TANAH (Kejadian 2:15)

Article

PBB Tidak Pernah Sahkan Hasil Pepera 1969 Dalam Resolusi 2405 Dan Pemekaran Provinsi Boneka Indonesia Di Tanah Papua Merupakan Upaya Terakhir Indonesia Untuk Pertahankan Papua Dalam Wilayah Indonesia
images

Article

RASISME SISTEMIK: AKAR MASALAH PAPUA YANG MERUPAKAN WATAK PENGUASA INDONESIA & RAKYATNYA