Fakta
APAKAH PAPUA MERDEKA ADALAH AGENDA ASING ?
Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman
Penguasa dan rakyat Indonesia belum atau tidak pernah sadar, bahwa keyakinan dan kesadaran ideologi dan nasionalisme rakyat dan bangsa Papua Barat, bahwa INDONESIA adalah bangsa ASING yang berwatak rasis, fasis, barbar, kriminal sebagai kolonialis dan imperialis yang berkultur militeristik yang menduduki, menjajah dan menindas dan memusnahkan penduduk asli Papua secara sistematis, meluas, masif dan kolektif sejak 19 Desember 1961 sampai sekarang ini.
Jadi, dia Indonesia sendiri bangsa asing tapi dia menuduh atau mengatakan kepada bangsa lain adalah bangsa asing. Itulah watak bangsa kolonial asing Indonesia yang berwatak pembohong besar, pencuri dan pembunuh ini.
Saya mengutip satu butir dari 5 pandangan dari wartawan Dandhy Laksono, salah satu butir pada nomor 2 : “Papua merdeka adalah agenda asing.”
Jawaban Dandhy sebagai betikut:
“Papua bersama NKRI lebih terbukti agenda asing. Amerika menekan Belanda agar menyerahkan Papua kepada Indonesia lewat PBB (1962). Lalu Amerika pula (Freeport) yang masuk ke Papua (1967), dua tahun sebelum Papua dikuasai Indonesia (1969).
Orde Baru memulai debutnya di Papua setelah mengantongi UU Penanaman Modal Asing di masa transisi (1967).
Presiden Sukarno menggalang dukungan asing lewat Konferensi Asia Afrika (1955) agar ikut menekan Belanda keluar dari Papua. Ia juga meminta bantuan senjata dari Uni Soviet.
Bahkan kemerdekaan Indonesia pun banyak campur tangan asing. Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI, menjadikan Indonesia memenuhi syarat “Pengakuan Internasional” sebagai negara. India lalu membantu dengan beras.
Buruh-buruh pelabuhan Australia menolak mengangkut perbekalan pasukan NICA Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.
Jadi bagian mana dari sejarah NKRI yang tidak asing? Sudah tahu siapa pendiri Kopassus?
Jika benar banyak pihak asing mendukung Papua merdeka, entah motif solidaritas atau mengincar kekayaan alamnya, lantas apa bedanya dengan sejarah NKRI, atau sejarah kemerdekaan bangsa-bangsa lain di dunia?” (Sumber: Jurnal Patroli: 30 Desember 2020).
Penguasa Indonesia dan sebagian besar rakyat Indonesia, bahkan ada beberapa pejabat dan elit dari Papua juga ikut-ikutan atau masuk dalam kerangka pikiran dan agenda bangsa asing Indonesia, bahwa “Kita Waspadai Internasionalisasi Masalah Papua.”
Bangsa asing Indonesia dan rakyatnya tidak sadar bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa asing bekerja sama dengan bangsa asing lain untuk merampok wilayah Papua dimasukkan secara paksa dengan moncong senjata melalui rekayasa Pepera 1969.
Ada perjanjian-perjanjian asing yang dibuat sebagai agenda asing atau keterlibatkan langsung bangsa asing bersama bangsa asing Indonesia, yaitu:
- Perjanjian New York 15 Agustus 1962
Perjanajian New York 15 Agustus 1962 keterlibatan atau agenda asing, terutama Amerika Serikat yang merampok tambang di Mimika (Tembagapura). Perampokkan itu terjadi pada tahun 1967 sebelum 2 tahun sandiriwara ABRI tentang pelaksanaan Pepera 1969.
- Perjanjian Roma, 15 September 1962
Perjanjian Roma 30 September 1962 yang termuat 7 butir pernyataan bangsa asing Indonesia, Belanda yang dimediasi bangsa asing Amerika.
Salah satu butir penting pada nomor 2 yang diabaikan bangsa asing Indonesia, yaitu:
“Indonesia menduduki Papua Barat selama 25 tahun terhitung 1 Mei 1963 (sampai tahun 1988)”.
Isi Perjanjian 30 September 1962 secara lengkap sebagai berikut:
- Penundaan atau bahkan pembatalan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969.
- Indonesia menduduki Papua Barat selama 25 tahun terhitung 1 Mei 1963 (sampai tahun 1988).
- Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 adalah dengan sistem lokal Indonesia “musyawarah” untuk “mufakat.”
- Laporan akhir tentang hasil-hasil pelaksanaan Plebisit tahun 1969 kepada Sidang Umum PBB agar diterima tanpa sanggahan terbuka.
- Pihak Amerika Serikat bertangungjawab menanamkan modalnya pada sejumlah BUMN di bidang eksploitasi SDA Papua Barat.
- Amerika Serikat menunjang Pembangunan Papua Barat selama 25 tahun melalui jaminan kepada Bank Pembangunan Asia sebesar USD 30 Juta.
- Amerika Serikat menjamin pendanaan Program Transmigrasi Indonesia ke Papua Barat melalui Bank Dunia.
- Pelaksanaan Pepera 1969 di Papua
Pelaksanaan Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI juga ada keterlibatan atau kerjasama dengan asing, yaitu Dr. Fernando Ortiz Sanz. Ortiz Sanz ditugaskan atau diutus oleh Sekretaris Jenderal PBB, Maha Thray Sithu U.Thant, diplomat Myanmar yang memimpin PBB ke 3 sejak 1961-1967. Ortiz Sanz ditugaskan oleh U. Thant untuk mengawasi dan melaporkan proses pelaksanaan dan hasil Pepera 1969.
Hasil rekayasa Pepera 1969 juga bangsa asing Indonesia berdebat dengan bangsa-bangsa asing di PBB pada bulan November 1969. Hasil Pepera 1969 yang pernah disahkan tapi hanya “take note” atau “dicatat.”
Resolusi PBB 2054 bukan resolusi politik dan resolusi itu tidak dinyatakan dengan tegas Papua Barat bagian dari wilayah Indonesia. Ada dua isi resolusi PBB 2054 yang belum banyak diketahui oleh penguasa Indonesia, TNI-Polri, rakyat Indonesia dan rakyat Papua.
Isi resolusi 2054 PBB tersebut terdiri dari dua butir, yakni :
- Mencatat (take note) laporan dari Sekretaris Jenderal dan memahami dengan penghargaan pelaksanaan tugas oleh Sekretaris Jenderal dan wakilnya yang dipercayakan kepada mereka sebagaimana tercantum di dalam persetujuan tahun 1962 antara Indonesia dan Belanda.
- Menghargai tiap bantuan yang diberikan melalui Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga PBB atau melalui cara-cara lain kepada Pemerintah Indonesia di dalam usaha-usahanya untuk memajukan perkembangan ekonomi dan sosial di Irian Barat.
Prof. P.J. Drooglever sejarawan Belanda dalam hasil penelitiannya hasil Pepera 1969 yang dibiayai Pemerintah Belanda mengatakan:
“Laporan ini (baca: hasil Pepera 1969) hanya berisi kritik yang lemah terhadap oposisi dari pihak Indonesia. Atas dasar ini, U.Thant tidak bisa berbuat lain kecuali menyimpulkan bahwa suatu (an) Kegiatan Pemilihan Bebas telah dilaksanakan. Ia (U.Thant) tidak bisa menggunakan kata depan yang tegas (,the), karena nilai-nilai proses itu jauh dibawa standar yang diatur dalam New York Agreement, 15 Agustus 1962.” (Sumber: P.J. Drooglever, Tindakan Pilihan Bebas, Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, 2010:784).
Hasil Pepera 1969 tidak disahkan tapi hanya DICATAT (TAKE NOTE). Istilah Take Note itu tidak sama dengan disahkan. Jadi, hasil Pepera 1969 tidak disahkan, tapi dijadikan sebagai catatan saja.
Mengapa hasil Pepera 1969 tidak disahkan tapi hanya DICATAT/TAKE NOTE? Karena ada perlawan keras dari Negara-Negara Afrika.
Mengapa Negara-Negara Afrika menolak hasil Pepera 1969 dalam Sidang Umum PBB pada september 1969? Karena, Pepera 1969 dimenangkan oleh militer dengan moncong senjata dan tidak dipilih oleh 1.025 peserta Dewan Musyawarah Pepera 1969 yang dipilih dan ditunjuk oleh ABRI.
Apakah benar ada bukti keterlibatan militer dalam pelaksanaan Pepera 1969?
Menurut Amiruddin al Rahab: “Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer.” (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42).
Apa yang disampaikan Amiruddin tidak berlebihan, ada fakta sejarah militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1989 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: “Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?” (Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).
“Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir…” (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).
Surat pimpinan militer berbunyi: ” Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun B/P-kan baik dari AD maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di Irian Barat (IRBA) tahun 1969 HARUS DIMENANGKAN, HARUS DIMENANGKAN…”
(Sumber: Surat Telegram Resmi Kol. Inf.Soepomo, Komando Daerah Daerah Militer Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No:TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: Menghadapi Refendum di IRBA ( Irian Barat) tahun 1969).
Militer Indonesia Menghancurkan Masa Depan Rakyat West Papua Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dikorbankan dengan moncong senjata militer Indonesia.
Sintong Panjaitan dalam bukunya: “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” dengan jelas mengakui keterlibatan militer dalam memenangkan Pepera 1969, sebagai berikut:
“Seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi-operasi Tempur, Teritorial, dan Wibawa sebelum dan paska pelaksanaan Pepera hari tahun 1965-1969, maka saya yakin Pepera 1969 di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Pro Papua Merdeka. …Banyak pendukung kelompok Pro-Papua Merdeka yang kami tewaskan dalam kontak senjata. “
- Otsus Nomor 21 Tahun 2001
Pelaksanaan Otsus 21 Tahun 2001 juga bangsa asing Indonesia meminta kertelibatan bangsa asing, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara asing datang silih berganti ke Tanah Papua memaksa dan menekan rakyat dan bangsa Papua untuk menerima Otsus Nomor 21 Tahun 2001.
Saya sendiri pernah diminta menemani delegasi Uni Eropa 27 Negara waktu itu ke Wamena dan selanjutnya ke Piramid untuk melihat kuburan pembantaian orang sipil pada peristiwa 1977.
- UPB4
UPB4 lahir karena ada tekanan Uni Eropa dan negara-negara asing, termasuk Negara-negara Pasifik dan rakyat dan bangsa Papua Barat, bahwa Otsus nomor 21 Tahun 2001 gagal total.
Dalam kepanikan Negara Indonesia, penguasa waktu itu Haji DR. Bambang Susilo Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia mengeluarkan Kepres Nomor 65 Tahun 2011 tentang UP4B.
Bambang Darmono dipercayakan sebagai Ketua mengurus Program UP4B dan dia mencari dukungan asing dan ke Australia, Eropa dan PBB.
Inilah fakta-fakta Indonesia bangsa asing yang menduduki dan menjajah Papua sebagai kolonialis dan imperialis yang selalu berdiri dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa untuk menindas dan memusnahkan Penduduk Asli Papua dari TANAH leluhur kami dan merampok dan mencuri seluruh sumber daya alam kami.
Doa dan harapan saya, tulisan singkat ini memberikan pencerahan dan sekaligus menjadi berkat serta cahaya bintang kecil dalam hati dan pikiran para pembaca setia artikel-artikel saya yang mulia dan terhormat.
Tuhan memberkati. Terima kasih.
Ita Wakhu Purom, 30 Juli 2022
Penulis:
- Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
- Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
- Anggota Baptist World Alliance (BWA).
NO HP/WA: 08124888458