Artikel
MARTABAT KEMANUSIAAN DAN HAK POLITIK ORANG ASLI PAPUA JANGAN DIUKUR DENGAN NILAI UANG KARENA OTONOMI KHUSUS BUKAN UNDANG-UNDANG KEUANGAN
Oleh Dr. Socratez S.Yoman
Sangat terhina martabat kemanusiaan dan hak politik orang asli Papua diukur dengan nilai banyaknya uang. Orang asli Papua mampu hidup tanpa uang. Karena orang asli Papua adalah pemilik Tanah Papua. Orang Asli Papua sanggup hidup dan mengantur diri sendiri tanpa uang dan sebaliknya OAP tidak bisa hidup tanpa Tanah. Karena dari dalam Tanah Papua bisa dihasilkan banyak uang. Contohnya: Tambang di Mimika (Tembagapura), gas di Bintuni, minyak di Sorong dan ikan serta hasil hutan lainnya.
Para pembaca yang mulia dan terhormat. Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001 tidak turun sendiri dari langit. Otsus Papua hadir karena ada kompleksitas persoalan kemanusiaan dan ketidakadilan yang dialami rakyat dan bangsa West Papua. Otonomi Khusus Papua tidak berbicara tentang uang. UU Otsus bukan undang-undang keuangan.
Lebih khusus bagi orang asli Papua yang menjadi korban kolonialisme, rasisme dan ketidakadilan Indonesia selama ini, jangan kehilangan pijakan atau pegangan karena disilaukan atau dibutakan dengan janji-janji tentang nilai banyaknya uang. Rakyat dan West Papua harus memegang teguh akar persoalan Papua dan juga latar belakang lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Karena realitas dan dinamika sekarang bahwa Pemerintah Indonesia berusaha keras dengan kekuatan TNI-Polri dan berbagai bentuk yang wajar dan tidak wajar untuk menghilangkan latar belakang lahirnya Otonomi Khusus Papua dan empat akar persoalan Papua.
Apakah akar persoalan Papua adalah uang? BUKAN! Apakah akar persoalan Papua adalah pembangunan jalan? BUKAN! Apakah akar persoalan Papua adalah pembangunan jembatan? BUKAN!
1. Latar Belakang Lahirnya Otonomi Khusus Papua
LATAR BELAKANG HISTORIS LAHIRNYA OTONOMI KHUSUS 2001 perlu dijelaskan. Supaya Pemerintah Republik Indonesia jangan memutarbalikan dan menghilangkan fakta historis lahirnya Undang-undang Otonomi Khusus nomor 21 Tahun 2001 yang terdiri dari 24 Bab dan 79 Pasal.
Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 adalah Undang-undang Win Win Solution (Penyelesaian Menang Menang) status politik bangsa West Papua dalam wilayah Indonesia.
Latar belakang lahirnya Undang-undang Republik Indonesia tentang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 karena
pasca tumbangnya kekuasaan Soeharto pada 1998, seluruh rakyat dan bangsa West Papua merapatkan barisan dan membangun kekuatan bersama dan menuntut kemerdekaan dan berdaulat penuh bangsa West Papua dengan cara damai mengibarkan bendera Bintang Kejora di seluruh Tanah Papua. Banyak korban rakyat berjatuhan di tangan TNI-Polri.
1. Delegasi Tim 100 mewakili rakyat dan bangsa West Papua pertemuan dengan Prof. Dr. B.J. Habibie di Istana Negara Republik Indonesia pada 26 Februari 1999.
“….dengan jujur kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia, bahwa tidak ada alternatif lain untuk merundingkan atau mempertimbangkan keinginan Pemerintah Indonesia guna membangun Papua dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pada hari ini, Jumat, 26 Februari 1999, kepada Presiden Republik Indonesia, kami bangsa Papua Barat menyatakan bahwa:
Pertama, kami bangsa Papua Barat berkehendak keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk merdeka dan berdaulat penuh di antara bangsa-bangsa lain di bumi.”
Kedua, segera membentuk pemerintahan peralihan di Papua Barat dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara demokratis, damai dan bertanggungjawab, selambat-lambatnya bulan Maret tahun 1999.
Ketiga, Jika tidak tercapai penyelesaian terhadap pernyataan politik ini pada butir kesatu dan kedua , maka;
(1) segera diadakan perundingan Internasional antara Pemerintah Republik Indonesia, Bangsa Papua Barat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
(2) Kami bangsa Papua Barat menyatakan, tidak ikut serta dalam pemilihan Umum Republik Indonesia tahun 1999.
2. Musyawarah Besar (MUBES) 23-26 Februari 2000.
Dari 7 butir keputusan peserta MUBES, pada butir 4 dinyatakan:
“Bahwa kami bangsa Papua Barat setelah berintegrasi dengan Indonesia melalui pelaksanaan pepera yang tidak adil dan penuh kecurangan, dan setelah 36 tahun berada dalam Negara Republik Indonesia, bangsa Papua Barat mengalami perlakuan-perlakuan keji dan tidak manusiawi: Pelanggaran berat HAM, pembunuhan, pemerkosaan, pembodohan, pemiskinan, ketidakadilan sosial dan hukum yang mengarah pada etnik dan kultur genocide bangsa Papua Barat,maka kami atas dasar hal-hal tersebut di atas menyatakan kehendak kami untuk memilih merdeka-memisahkan diri dari negara Republik Indonesia kembali ke status kami semula sebagai bangsa dan negara Papua, 1 Desember 1961.”
3. Kongres Nasional II Rakyat dan Bangsa Papua Barat, 26 Mei – 4 Juni 2000
Kongres yang dibiayai oleh Presiden Republik Indonesia, Abdulrrahman Wahid ini diputuskan beberapa butir keputusan politik sebagai berikut:
1. Bangsa Papua telah berdaulat sebagai sebuah bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961.
2. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak New York Agreement 1962 yang cacat hukum dan cacat moral karena tidak melibatkan wakil-wakil bangsa Papua.
3. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil-hasil pepera, karena dilaksanakan dibawah ancaman, intimidasi, pembunuhan sadis, kekerasan militer dan perbuatan-perbuatan amoral diluar batas-batas perikemanusiaan. Karena itu bangsa Papua menuntut PBB untuk mencabut Resolusi PBB Nomor 2504 tanggal 19 Desember 1969.
4. Indonesia, Belanda, Amerika Serikat,dan PBB harus mengakui hak politik dan kedaulatan Bangsa Papua Barat yang sah berdasarkan kajian sejarah, hukum, dan sosial budaya.
5. Kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang terjadi sebagai akibat dari konspirasi politik internasional yang melibatkan Indonesia, Belanda, Amerika Serikat, dan PBB, harus diusut tuntas dan pelaku-pelakunya diadili di peradilan Internasional.
6. PBB, AS, dan Belanda agar meninjau kembali keterlibatan mereka dalam proses aneksasi Indonesia atas Papua Barat dan menyampaikan hasil-hasilnya secara jujur, adil dan benar kepada rakyat Papua pada 1 Desember 2000.
Para pembaca yang mulia dan terhormat. Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 tidak turun sendiri dari langit. Otonomi Khusus 2001 lahir karena ada tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk merdeka dan berdaulat.
Menjadi jelas dan terang latar belakang lahir Otonomi Khusus melalui proses dari Tim 100, Mubes 23-26 Februari 2000 dan Kongres II Nasional rakyat dan bangsa Papua Barat pada 26 Mei-4 Juni 2000, yaitu rakyat dan bangsa Papua Barat menyatakan berhak atas kemerdekaan dan kedaulatan penuh di atas tanah leluhurnya.
Tim 100, Mubes tanggal 23-26 Februari 2000 dan Kongres II Nasional rakyat dan bangsa Papua Barat tidak MEMINTA atau MENGEMIS tentang UANG. Yang dituntut dan dipernuangkan ialah hak politil untuk Penentuan Nasib Sendiri sebagai bangsa merdeka dan berdaulat penuh.
2. Ada Empat Akar Persoalan Papua
Luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia adalah 4 pokok akar masalah Papua. Pemerintah Republik Indonesia HARUS menyelesaikan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
3. Jalan Penyelesaian
Pemerintah RI-ULWMP duduk setara untuk perundingan damai tanpa syarat dimediasi pihak ketiga yang netral.
Ita Wakhu Purom, 2 September 2020
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
____