Home / Article

Tuesday, 15 September 2020 - 13:16 WIB

PEMEKARAN 5 PROVINSI DI PAPUA SEBAGAI MESIN DAN STATUS QUO KOLONIALISME MODEREN INDONESIA UNTUK MENDUDUKI, MENJAJAH, MENINDAS, MENJARAH, MERAMPOK DAN MEMPERCEPAT PROSES PEMUSNAHAN ETNIS ORANG ASLI PAPUA BUKAN UNTUK KESEJAHTERAAN

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA

Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA

Artikel

PEMEKARAN 5 PROVINSI DI PAPUA SEBAGAI MESIN DAN STATUS QUO KOLONIALISME MODEREN INDONESIA UNTUK MENDUDUKI, MENJAJAH, MENINDAS, MENJARAH, MERAMPOK DAN MEMPERCEPAT PROSES PEMUSNAHAN ETNIS ORANG ASLI PAPUA BUKAN UNTUK KESEJAHTERAAN

(Apakah jumlah Penduduk Papua dan Papua Barat hanya 4.392.024 jiwa layak dan memenuhi syarat 5 Provinsi??????????)

Oleh Dr. Socratez S.Yoman

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kepada Jawa Pos (11/09/2020) mengatakan tujuan 5 provinsi Papua sebagai berikut:

“Ini tujuannya adalah untuk menyejahterakan rakyat Papua.”

Kata “kesejahteraan” bukan pernyataan baru dari mulut para penguasa kolonial moderen Indonesia. Kata yang sama pernah dijanjikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Jenderal Amir Machmud kepada peserta Pepera pada 14 Juli 1969 di Merauke menyampaikan janji palsu sebagai berikut:

“…pemerintah Indonesia, berkeinginan dan mampu melindungi untuk kesejahteraan rakyat Irian Barat; oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, tetapi tinggal dengan Republik Indonesia.”

(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting on the UN Assembly, agenda item 98, 19 November 1969, paragraph 18, page 2).

Yusuf Kalla pada 8 November 2011 di Hotel Sahid Jakarta di TV One pernah mengatakan: “Masalah Papua adalah masalah kesejahteraan. Semuanya dikasih jadi mereka menuntut dan meminta apa lagi.”

M. Din Syamsuddin dan Said Agil Siroj pada Kompas, 11 November 2011 pernah mrngatakan: “Akar persoalan di Papua adalah ketidakadilan, terutama dalam kesejahteraan ekomomi.”

Janji PALSU, Menteri Dalam Negeri Indonesia Amir Machmud pada 14 Juli 1969 di Merauke itu bukan untuk melindungi dan menjamin kesejajteraan,
TETAPI, sebenarnya melahirkan luka bernanah dan membusuk di tubuh bangsa Indonesia yang menjadi AKAR PERSOALAN PAPUA yaitu 4 pokok akar masalah Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008). Empat akar persoalan sebagai berikut:

1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;

(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;

(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;

(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.

Empat AKAR MASALAH Papua ini dapat dianalogikan dari perspektif medis oleh Pastor Frans Lieshout, OFM, sebagai berikut:

“Papua tetaplah luka bernanah di Indonesia.” (Sumber: Pastor Frans Lieshout, OFM, Gembala Dan Guru Bagi Papua, 2020:601).

Sementara Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno menggambarkan sebagai berikut:

“Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (Sumber: Franz Magnis-Suseno: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme, 2015: 255).

APAKAH BENAR 5 PROVINSI DI PAPUA SEBAGAI MESIN KOLONIALISME MODEREN INDONESIA UNTUK MENDUDUKI, MENJAJAH, MENINDAS DAN MEMPERCEPAT PROSES PEMUSNAHAN ORANG ASLI PAPUA BUKAN UNTUK KESEJAHTERAAN?????

“Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggatinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah ini…”    (Sumber:  Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan Di Papua Barat: Yoman, 2007, hal. 143). Dikutip dari Makalah Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan: Mengungkap Hati Nurani Rakyat Tanah Papua ( Bandar Numbay, Medyo Februari 1999).

BACA JUGA  Berita Hoax Yang Membelokkan Akar Masalah RASISME

Wayoi menegaskan pula:

“Secara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Jaya tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bumper bagi Republik Indonesia” ( Yoman: hal. 137-138).

Pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua sebagai operasi militer itu terbukti dengan dokumen-dokumen Negara sangat rahasia.

Departemen Dalam Negeri, Ditjen Kesbang dan LINMAS: Konsep Rencana Operasi Pengkondisian Wilayah dan Pengembangan Jaringan Komunikadi dalam Menyikapi Arah Politik Irian Jaya (Papua) untuk Merdeka dan Melepaskan Diri Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Sumber: Nota Dinas. No.578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000 tanggal 9 Juni 2000 berdasarkan radiogram Gubernur (caretaker) Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya No. BB.091/POM/060200 tanggal 2 Juni 2000 dan No.190/1671/SET/tertanggal 3 Juni 2000 yang berhubungan dengan tuntutan penentuan nasib sendiri orang Asli Papua.

Adapun data lain:  “Dokumen Dewan Ketahanan Nasional Sekretariat Jenderal, Jakarta, 27 Mei 2003 dan tertanggal 28 Mei 2003 tentang: ‘Strategi Penyelesaian Konflik Berlatar Belakang Separatisme di Provinsi Papua melalui Pendekatan Politik Keamanan.”

Lembaga-lembaga yang melaksanakan operasi ini ialah Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Luar Negeri, khusus untuk operasi diplomasi, Kepolisian Kepolisian Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Badan Intelijen Stategis (BAIS TNI), KOSTRAD dan KOPASSUS.

Komparasi Jumlah Penduduk:

2.1. Jumlah Penduduk Jawa Barat 46.497.175 jiwa.

2.2. Jumlah Penduduk Jawa Tengah 35.557.248 jiwa.

2.3. Jumlah Penduduk Jawa Timur 38.828.061 jiwa.

2.4. Jumlah Penduduk West Papua dalam dua provinsi masing-masing:  Papua 3.322.526 jiwa dan Papua Barat 1.069.498 jiwa.

Total Papua dan Papua Barat hanya 4.392.024.

Dari perbandingan jumlah Penduduk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan West Papua terlihat terlampau jauh dan tidak rasional dan realistis untuk pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua dari Sorong-Merauke. Pertanyaannya ialah apakah penduduk hanya 4.392.024 membutuhkan banyak pemekaran kabupaten dan provinsi? Dari kenyataan seperti ini, Pemusnahan Etnis Melanesia adalah nyata di depan mata kita.

Fakta di kabupaten saja sudah dirampok oleh orang-orang Melayu dan terjadi perampasan dan penyingkiran dari hak-hak dasar dalam bidang politik OAP. Lihat bukti dan contohnya sebagai berikut:

1.Kabupaten Sarmi 20 kursi: Pendatang 13 orang dan Orang Asli Papua (OAP) 7 orang.

2 Kab Boven Digul 20 kursi: Pendatang 16 orang dan OAP 6 orang

3. Kab Asmat 25 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 14 orang

4. Kab Mimika 35 kursi: Pendatang 17 orang dan OAP 18 orang

5. Kab Fakfak 20 kursi: Pendatang 12 orang dan OAP 8 orang.

6. Kab Raja Ampat 20 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 9 orang.

7. Kab Sorong 25 kursi: Pendatang 19 orang dan OAP 7 orang.

8. Kab Teluk Wondama 25 kursi: Pendatang 14 orang dan OAP 11 orang.

BACA JUGA  RASISME SISTEMIK: AKAR MASALAH PAPUA YANG MERUPAKAN WATAK PENGUASA INDONESIA & RAKYATNYA

9. Kab Merauke 30 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP hanya 3 orang.

10. Kab. Sorong Selatan 20 kursi. Pendatang 17 orang dan OAP 3 orang.

11. Kab. Sorong 25 kursi: Pendatang 18 orang dan OAP 7 orang.

12. Kota Jayapura 40 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP 13 orang.

13. Kab. Keerom 23 kursi. Pendatang 13 orang dan OAP 7 orang.

14. Kab. Jayapura 25 kursi. Pendatang 18 orang dan OAP 7 orang.

Sementara anggota Dewan Perwakilan Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai berikut:

1. Provinsi Papua dari ari 55 anggota 44 orang Asli Papua dan 11 orang Melayu/Pendatang.

2. Provinsi Papua Barat dari 45 anggota 28 orang Melayu/Pendatang dan hanya 17 Orang Asli Papua.

Kalau komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di kabupaten/kota dan provinsi sudah sangat memprihatikan seperti ini, untuk siapa penambahan 3 provinsi baru lagi?

Ini fakta dan ironi dari kejahatan Negara dalam keadaan sadar terhadap Orang Asli Papua. Ini kejahatan pemerintah Indonesia dengan cara sistematis, terstruktur, terprogram dan masif. Pemekaran kabupaten dan provinsi juga Politik Adu-Domba-Devide et Impera bagi rakyat dan bangsa West Papua. Pemekaran provinsi adalah mesin kolonialisme Indonesia untuk pemusnahan etnis Melanesia di West Papua secara cepat dalam era moderen ini.

Yan Christian Warinussy, SH, Pengacara Senior Papua dalam press releasenya memprotes dengan tegas.

“Saya melihat Prof.Mahfud MD justru membohongi rakyat Indonesia umumnya dan rakyat Papua khususnya bahwa rencana pemekaran Tanah Papua ke depan menjadi 5 (lima) provinsi dengan penambahan 3 (tiga) provinsi baru adalah amanat UU Otsus, hali Ini tentunya “Bohong besar”, karena di dalam amanat pasal 76 bukan mengamanatkan seperti maksud Menko Polhukam RI tersebut. Justru pasal 76 menyebutkan tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan pemekaran provinsi Papua dan Papua Barat yang mesti dilakukan atas persetujuan MRP dan MRPB serta DPRP dan DPR PB, “paparnya.

“Maka pertanyaannya sekarang, apakah rencana pemekaran 3 (tiga) provinsi baru yang dikatakan oleh Mahfud MD tersebut sudah memperoleh persetujuan dari MRP, MRPB, DPRP dan DPRPB? Sebab persetujuan lembaga-lembaga terhormat tersebut hanya dapat dilakukan setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.” (Sumber: Tifa Cenderawasih.com, 13 September 2020).

Pertanyaannya ialah darimana biaya pemekaran 3 provinsi Indonesia di West Papua?.

Pemerintah Indonesia jangan menipu rakyat dan membebani rakyat Indonesia hampir 85% rakyat miskin. Karena, Bank Indonesia(BI) mencatat Utang Luar Negeri ( ULN)Indonesia pada Februari 2020 dengan posisi 407,5 miliar dollar AS. Dengan begitu, utang RI tembus Rp 6.376 triliun (kurs Rp 15.600). (Sumber: Kompas.com, 15 April 2020).

Kebutuhan mendesak ialah PENYELESAIAN dengan jalan DAMAI yang manusiawi dan terhormat antara Indonesia dan ULMWP duduk setara di meja perundingan yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti contoh GAM Aceh dengan Indonesia Helsinki pada 15 Agustus 2005.

=============

Ita Wakhu Purom, 15 September 2020

Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
____

Share :

Baca Juga

Article

Apakah Ada Masalah Antara BPK Dengan KPK ?
pdt-socratez-sofyan-yoman

Article

Artikel HUT 60 Tahun Bangsa Papua 1 Desember 1961- 1 Desember 2021

Article

NAJWA SHIHAB (Bacalah sampai selesai)
Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua

Article

SAYA BANGSA BERDAULAT SEJAK NENEK MOYANG TETAPI SAYA BUKAN BANGSA BUDAK

Article

DILARANG JUAL TANAH ATAU JANGAN MENJUAL TANAH (Kejadian 2:15)

Article

Victor Mambor wartawan senior Papua: DULU OPM, Sekarang ULMWP
Foto Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua

Article

PUTRA PUTRI PEJUANG PEPERA PAPUA (P5) AKAN MENCERITAKAN SEJARAH STATUS POLITIK PAPUA YANG SEBENARNYA SAAT SITUASI PEPERA PADA 2 AGUSTUS 1969 DI JAYAPURA

Article

Saya MENULIS untuk POAP yang sedang musnah ditangan Indonesia