Fakta
UNTUK SIAPA 3 PROVINSI BARU DI TANAH PAPUA?
Oleh Dr. Socratez S.Yoman
1. Pendahuluan
Perilaku penguasa pemerintah Republik Indonesia persis sama dengan watak kolonial Apartheid di Afrika Selatan.
Seperti MANTAN PERDANA MENTERI PETER W. BOTHA DENGAN 4 NEGARA BONEKANYA DI AFRIKA SELATAN DAN PRESIDEN JOKO WIDODO DENGAN 3 PROVINSI BONEKANYA INDONESIA DI WEST PAPUA.”
Sejarah kolonialisme selalu berulang dalam era yang berbeda, di negara yang berbeda, di benua yang berbeda, di kawasan yang berbeda, di waktu yang berbeda dan dari bangsa yang berbeda serta kepentingan yang berbeda pula. Kolonialisme selalu dilatari dengan berbagai kepentingan. Tetapi, menurut pengamatan penulis, kebanyakan kolonialisme diberbagai belahan bumi disemangati dari dua faktor utama, yaitu kepentingan ekonomi dan rasisme.
Untuk mendukung dan mengekalkan atau memuluskan kepentingan ekonomi dan rasisme, biasanya para kolonial menggunakan kekuatan politik dan militer. Secara politik para penindas atau penjajah memproduksi undang-undang, hukum, peraturan-peraturan dipaksakan kepada bangsa yang diduduki dan ditindas dan juga memproduksi mitos-mitos, stigma-stigma yang merendahkan martabat kemanusiaan bangsa yang diduduki dan ditindas. Bahkan lebih kejam ialah semua modal dasar kehidupan sosial atau bangsa yang ditindas seperti sejarah, bahasa, budaya ditiadakan.
Seperti Syed H.Alatas menggambarkan: “Mereka harus direndahkan dan dibuat merasa bodoh dan bersikap tunduk, karena kalau tidak, mereka akan bergerak untuk memberontak.”. …Penghancuran kebanggaan pribumi dipandang sebagai sesuatu kebutuhan; karenanya dilakukan pencemaran watak pribumi.” (Alatas: Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu Dan Filipina Dalam Kapitalisme Kolonial; 1988: 37, 44).
Pastor Frans Leishout,OFM melayani di Papua selama 56 tahun sejak tiba di Papua pada 18 April 1969 dan kembali ke Belanda pada 28 Oktober 2019 dalam surat kabar Belanda De Volkskrant ( Koran Rakyat) diterbitkan pada 10 Januari 2020, menyampaikan pengalamannya di Tanah Papua.
” Saya sempat ikut salah satu penerbangan KLM yang terakhir ke Hollandia, dan pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian.”
“Saat itu saya sendiri melihat amukan mereka. Menjarah barang-barang bukan hanya di toko-toko, tetapi juga di rumah-rumah sakit. Macam-macam barang diambil dan dikirim dengan kapal itu ke Jakarta. Di mana-mana ada kayu api unggun: buku-buku dan dokumen-dokumen arsip Belanda di bakar.” (2020: hal. 593).
Peristiwa lain, “pada bulan April 1963, Adolof Henesby Kepala Sekolah salah satu Sekolah Kristen di Jayapura ditangkap oleh pasukan tentara Indonesia. Sekolahnya digebrek dan cari simbol-simbol nasional Papua, bendera-bendera, buku-buku, kartu-kartu, sesuatu yang berhubungan dengan budaya orang-orang Papua diambil. Adolof Henesby dibawa ke asrama tentara Indonesia dan diinterogasi tentang mengapa dia masih memelihara dan menimpan lambang-lambang Papua” (TAPOL, Buletin No.53, September 1982).
“Pembakaran besar-besaran tentang semua buku-buku teks dari sekolah, sejarah dan semua simbol-simbol nasionalisme Papua di Taman Imbi yang dilakukan ABRI (sekarang:TNI) dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Indonesia, Mrs.Rusilah Sardjono.”
2. Peter Botha dan 4 Negara Bonekanya di Afrika Selatan
Pengalaman Afrika Selatan
Penguasa kolonial Apartheid di Afrika Selatan pada tahun 1978, Peter W. Botha menjadi Perdana Menteri dan ia menjalankan politik adu-domba dengan memecah belah persatuan rakyat Afrika Selatan dengan mendirikan Negara-negara boneka:
3.1. Negara Boneka Transkei.
3.2. Negara Boneka Bophutha Tswana.
3.3. Negara Boneka Venda.
3.4. Negara Boneka Ciskei.
(Sumber: 16 Pahlawan Perdamaian Yang Paling Berpengaruh: Sutrisno Eddy, 2002, hal. 14).
Walaupun penguasa kolonial Apartheid menggunakan berbagai bentuk siasat untuk politik adu-domba dalam upaya memperkokoh pendudukan dan penjajahan di Afrika Selatan, tetapi Tuhan berpihak kepada rakyat tertindas di Afrika Selatan. Empat Negara Bonekanya Perdana Menteri Peter W. Botha tinggal kenangan dalam catatan sejarah rakyat dan bangsa Afrika Selatan.
3. Ir. Joko Widodo Presiden Indonesia Dengan 3 Provinsi Boneka Indonesia di Papua
Sesuai teori ilmu politik dan pemerintahan, pemekaran suatu daerah, desa, kecamatan, kabupaten/provinsi lazimnya mempunyai atau memenuhi beberapa kriteria. Kriteria/syarat itu sebagai berikut.
(a) Luas/letak wilayah;
(b) Jumlah penduduk;
(c) Sumber Daya Manusia;
(d) Sumber daya alam.
Dalam konteks West Papua dari Sorong-Merauke, sebagai wilayah koloni atau pendudukan dan penjajahan Indonesia, syarat-syarat ini tidak berlaku. Karena misi dan tujuan penguasa kolonial Indonesia di West Papua seperti yang dijelaskan oleh Herman Wayoi.
“Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggatinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah ini…” (Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan Di Papua Barat: Yoman, 2007, hal. 143). Dikutip dari Makalah Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan: Mengungkap Hati Nurani Rakyat Tanah Papua ( Bandar Numbay, Medyo Februari 1999).
Wayoi menegaskan pula:
“Secara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Jaya tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bumper bagi Republik Indonesia” ( Yoman: hal. 137-138).
Pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua sebagai operasi militer itu terbukti dengan dokumen-dokumen Negara sangat rahasia.
Departemen Dalam Negeri, Ditjen Kesbang dan LINMAS: Konsep Rencana Operasi Pengkondisian Wilayah dan Pengembangan Jaringan Komunikadi dalam Menyikapi Arah Politik Irian Jaya (Papua) untuk Merdeka dan Melepaskan Diri Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Sumber: Nota Dinas. No.578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000 tanggal 9 Juni 2000 berdasarkan radiogram Gubernur (caretaker) Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya No. BB.091/POM/060200 tanggal 2 Juni 2000 dan No.190/1671/SET/tertanggal 3 Juni 2000 yang berhubungan dengan tuntutan penentuan nasib sendiri orang Asli Papua.
Adapun data lain: “Dokumen Dewan Ketahanan Nasional Sekretariat Jenderal, Jakarta, 27 Mei 2003 dan tertanggal 28 Mei 2003 tentang: ‘Strategi Penyelesaian Konflik Berlatar Belakang Separatisme di Provinsi Papua melalui Pendekatan Politik Keamanan.”
Lembaga-lembaga yang melaksanakan operasi ini ialah Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Luar Negeri, khusus untuk operasi diplomasi, Kepolisian Kepolisian Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Badan Intelijen Stategis (BAIS TNI), KOSTRAD dan KOPASSUS.
Komparasi Jumlah Penduduk:
2.1. Jumlah Penduduk Jawa Barat 46.497.175 jiwa.
2.2. Jumlah Penduduk Jawa Tengah 35.557.248 jiwa.
2.3. Jumlah Penduduk Jawa Timur 38.828.061 jiwa.
2.4. Jumlah Penduduk West Papua dalam dua provinsi masing-masing: Papua 3.322.526 jiwa dan Papua Barat 1.069.498 jiwa.
Total Papua dan Papua Barat hanya 4.392.024.
Dari perbandingan jumlah Penduduk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan West Papua terlihat terlampau jauh dan tidak rasional dan realistis untuk pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua dari Sorong-Merauke. Pertanyaannya ialah apakah penduduk hanya 4.392.024 membutuhkan banyak pemekaran kabupaten dan provinsi? Dari kenyataan seperti ini, Pemusnahan Etnis Melanesia adalah nyata di depan mata kita.
Fakta di kabupaten saja sudah dirampok oleh orang-orang Melayu dan terjadi perampasan dan penyingkiran dari hak-hak dasar dalam bidang politik OAP. Lihat bukti dan contohnya sebagai berikut:
1.Kabupaten Sarmi 20 kursi: Pendatang 13 orang dan Orang Asli Papua (OAP) 7 orang.
2 Kab Boven Digul 20 kursi: Pendatang 16 orang dan OAP 6 orang
3. Kab Asmat 25 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 14 orang
4. Kab Mimika 35 kursi: Pendatang 17 orang dan OAP 18 orang
5. Kab Fakfak 20 kursi: Pendatang 12 orang dan OAP 8 orang.
6. Kab Raja Ampat 20 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 9 orang.
7. Kab Sorong 25 kursi: Pendatang 19 orang dan OAP 7 orang.
8. Kab Teluk Wondama 25 kursi: Pendatang 14 orang dan OAP 11 orang.
9. Kab Merauke 30 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP hanya 3 orang.
10. Kab. Sorong Selatan 20 kursi. Pendatang 17 orang dan OAP 3 orang.
11. Kab. Sorong 25 kursi: Pendatang 18 orang dan OAP 7 orang.
12. Kota Jayapura 40 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP 13 orang.
13. Kab. Keerom 23 kursi. Pendatang 13 orang dan OAP 7 orang.
14. Kab. Jayapura 25 kursi. Pendatang 18 orang dan OAP 7 orang.
Sementara anggota Dewan Perwakilan Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai berikut:
1. Provinsi Papua dari ari 55 anggota 44 orang Asli Papua dan 11 orang Melayu/Pendatang.
2. Provinsi Papua Barat dari 45 anggota 28 orang Melayu/Pendatang dan hanya 17 Orang Asli Papua.
Kalau komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di kabupaten/kota dan provinsi sudah sangat memprihatikan seperti ini, untuk siapa penambahan 3 provinsi baru lagi?
Ini fakta dan ironi dari kejahatan Negara dalam keadaan sadar terhadap Orang Asli Papua. Ini kejahatan pemerintah Indonesia dengan cara sistematis, terstruktur, terprogram dan masif. Pemekaran kabupaten dan provinsi juga Politik Adu-Domba-Devide et Impera bagi rakyat dan bangsa West Papua. Pemekaran provinsi adalah mesin kolonialisme Indonesia untuk pemusnahan etnis Melanesia di West Papua secara cepat dalam era moderen ini.
Yan Christian Warinussy, SH, Pengacara Senior Papua dalam press releasenya memprotes dengan tegas.
“Saya melihat Prof.Mahfud MD justru membohongi rakyat Indonesia umumnya dan rakyat Papua khususnya bahwa rencana pemekaran Tanah Papua ke depan menjadi 5 (lima) provinsi dengan penambahan 3 (tiga) provinsi baru adalah amanat UU Otsus, hali Ini tentunya “Bohong besar”, karena di dalam amanat pasal 76 bukan mengamanatkan seperti maksud Menko Polhukam RI tersebut. Justru pasal 76 menyebutkan tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan pemekaran provinsi Papua dan Papua Barat yang mesti dilakukan atas persetujuan MRP dan MRPB serta DPRP dan DPR PB, “paparnya.
“Maka pertanyaannya sekarang, apakah rencana pemekaran 3 (tiga) provinsi baru yang dikatakan oleh Mahfud MD tersebut sudah memperoleh persetujuan dari MRP, MRPB, DPRP dan DPRPB? Sebab persetujuan lembaga-lembaga terhormat tersebut hanya dapat dilakukan setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.” (Sumber: Tifa Cenderawasih.com, 13 September 2020).
Pertanyaannya ialah darimana biaya pemekaran 3 provinsi boneka Indonesia di West Papua?.
Pemerintah Indonesia jangan menipu rakyat dan membebani rakyat Indonesia hampir 85% rakyat miskin. Karena, Bank Indonesia(BI) mencatat Utang Luar Negeri ( ULN)Indonesia pada Februari 2020 dengan posisi 407,5 miliar dollar AS. Dengan begitu, utang RI tembus Rp 6.376 triliun (kurs Rp 15.600). (Sumber: Kompas.com, 15 April 2020).
Indonesia sebaiknya menyelesaikan luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia yaitu 4 pokok akar masalah Papua. Terlihat bahwa Pemerintah dan TNI-Polri bekerja keras dengan berbagai bentuk untuk menghilangkan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008). Empat akar persoalan sebagai berikut:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Jadi, pertanyaannya:
Untuk siapa 3 provinsi baru?
Apakah 3 provinsi baru di Papua sebagai siasat adu-domba orang asli Papua?
Apakah 3 provinsi baru Papua sebagai upaya menghilangkan 4 akar persoalan Papua?
Apakah Indonesia akan bernasip sama seperti Afrika Selatan 4 Negara Boneka yang tinggal kenangan dalam sejarah itu?
Kebutuhan mendesak ialah JALAN PENYELESAIAN yang manusiawi dan terhormat harus ditempuh antara Indonesia dan ULMWP duduk setara di meja perundingan damai yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti contoh GAM Aceh dengan Indonesia Helsinki pada 15 Agustus 2005.
=============
Ita Wakhu Purom, 14 September 2020
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
____