Realitas Dinamika Politik
INDONESIA MENGHADAPI TANTANGAN SOLIDARITAS KEMANUSIAAN DARI ULMWP-MSG-PIF-ACP-MEDIA ASING- RAKYAT INDONESIA- RAKYAT PAPUA, DEWAN GEREJA PAPUA, 57 PASTOR PRIBUMI PAPUA & MASIH BANYAK LAGI
Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman,MA
Dunia internasional tidak berada di dalam genggaman dan kontrol Indonesia. Oleh karena itu, penguasa Indonesia, TNI-Polri perlu menyadari bahwa persoalan pelanggaran berat HAM, rasisme dan ketidakadilan yang dialami oleh orang asli Papua dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang tahun 2021 sudah menjadi persoalan yang berdimensi global atau internasional. Persoalan Papua merupakan masalah universal karena berhubungan langsung dengan martabat kemanusiaan, keadilan, kesamaan hak dan kedamaian untuk hidup harmoni.
Pemerintah Indonesia, TNI-Polri selalu membuat pernyataan: “KITA WASPADAI INTERNASIONALISASI PERSOALAN PAPUA.” Dr. Mohammad Musa’ad juga mempunyai pendapat serupa dengan para pejabat Jakarta, “โฆupaya kelompok tertentu yang tidak puas dengan pelaksanaan Otsus beberapa tahun terakhir, cenderung melakukan upaya internasionalisasi penyelesaian masalah Papua Barat.” (Yoman: West Papua: Persoalan Internasional, 2011:7).
Persoalan Papua memang sejak awal sudah merupakan persoalan yang menyangkut komunitas internasional. Kalau sudah menyangkut martabat kemanusiaan, keadilan, pedamaian yang merupakan nilai-nilai universal dan itu giliran pasti semua orang peduli, semua orang prihatin, semua orang bersuara, semua orang mendukung, semua orang bergerak tanpa melihat latar belakang dan secara bersama-sama melawan pelanggaran berat HAM, rasisme dan ketidakadilan. Jadi, penguasa Indonesia dan TNI-Polri tidak mempersempit dan kerdilkan persoalan pelanggaran berat HAM dengan istilah kedaulatan negara. Tetapi, negara dan TNI-Polri harus sadar bahwa kedaulatan manusia lebih penting dan universal daripada keamanan negara.
Persoalan Papua juga sudah menjadi bagian dari gereja-gereja di tingkat komunitas internasional dimana pelayanan Gereja sudah 108 tahun dimulai sejak 5 Februari 1855 jauh sebelum penguasa kolonial Indonesia menduduki dan menjajah Papua pada 1 Mei 1963.
Persoalan Papua juga secara politis sudah merupakan masalah internasional yang melibatkan PBB, Amerika dan Belanda dalam pembuatan Perjanjian New York 15 Agustus 1962 sepihak tanpa melihatkan orang asli Papua sebagai subyek perjanjian itu. Kemudian rekayasa Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI yang diperdebatkan dengan sengit dan hasilnya HANYA dicatat “take note” di PBB karena ada penolakan dari 15 Negara anggota PBB.
Kemudian yang mendukung dan memperkuat internasionalisasi persoalan Papua ialah TNI dan Polri dengan perilaku-perilaku kejam, babar dan kriminal sejak 1 Mei 1963. TNI dan Polri punya andil besar untuk membantu perkenalkan persoalan pelanggaran berat HAM, rasisme dan ketidakadilan kepada komunitas internasional.
Kekerasan Negara dan Operasi Militer Namengkawi dan Operasi Komando PAM Rawan di Pegunungan Tengah Papua, khususnya di Ndugama dan Intan Jaya, TNI-Polri menewaskan rakyat sipil dan nama-nama korban tewas selama operasi militer berlangsung di Intan Jaya pada 2020-2021 yang berhasil di data oleh warga setempat, antara lain:
- Janius Bagau; 2. Justinus Bagau;
- Soni Bagau; 4. Boni Bagau;5. Pdt Yeremias zanambani; 6. Pewarta Rufinus Tigau; 7. Agustinus Duwitau Bu; 8. Luhter Zanambani (mayatnya dibakar TNI);
- Apinus Zanambani (mayatnya dibakar TNI); 10. David Bagau;11. Lukas Nayagau;
- Junus Sani;13. Seorang Ibu asal suku Dani. (Sumber: SELPIUS BOBII (Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua – JDRP2, juga Ketua Umum Front PEPERA PB), Jayapura, 17 Februari 2021.
Penguasa Indonesia, TNI-Polri jangan berpikiran kerdil dan sempit dengan berputar-putar dengan memproduksi mitos KKB dan menewaskan rakyat sipil dengan mitos atau stigma murahan. Selama ini, orang asli Papua dibantai seperti hewan dan binatang dengan stigma atau mitos separatis, makar dan opm tidak menyelesaikan persoalan.
Penguasa Indonesia, TNI-Polri harus menghadapi bebeberapa tingkatan dalam mempersoalkan pelanggaran berat HAM, Rasisme dan Ketidakadilan yang diciptakan oleh penguasa Indonesia, dan TNI-Polri, sebagai berikut:
- Indonesa-ULMWP
Penguasa Indonesia dan TNI-Polri sedang berhadapan front line di tingkat interbasional dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai rumah bersama, honai bersama, dan perahu bersama atau disebut wadah resmi politik milik rakyat dan bangsa West Papua yang dipimpin oleh Tuan Benny Wenda yang telah medeklarasikan Pemerintahan Sementara Papua Barat 1 Desember 2020 di Oxford, Inggris.
ULMWP dibentuk pada 7 Desember 2014 di Vanuatu dengan menyatukan Republik Federal Papua Barat (Federal Republic of West Papua, NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (West Papua National Coalition for Liberation, WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat (National Parliament of West Papua, NPWP) adalah kemenangan GEMILANG yang mematahkan siasat musuh yang selalu memecah belah perjuang rakyat dan bangsa West Papua.
Peristiwa 7 Desember 2014 di Vanuatu ini, seluruh rakyat dan bangsa West Papua menyatakan dengan Kepala Tegak Berdiri sebagai sebuah bangsa kepada Indonesia, kepada MSG, PIF, ACP dan kepada seluruh dunia, bahwa kami rakyat dan bangsa West Papua sebagai bangsa bermartabat dan terhormat telah bersatu dan membuat rumah besar, yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Posisi Dewan Gereja Papua (WPCC) semakin menjadi JELAS dan TERANG untuk seluruh umat Tuhan di Tanah West Papua dari Sorong-Merauke dan yang berada di Luar Negeri. Pada Sabtu, 2 Januari 2021 Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt. Dr. Benny Giay menegaskan kepada Tim Kerja Petisi Rakyat Papua (PRP), bahwa:
“Persoalan Papua sudah diambil oleh orang lain, bukan diurus oleh orang Papua sendiri. Kita tidak bisa berada pada pola lama. Kita berada dalam era sudah berubah. Perjuangan sekarang bukan perjuangan kelompok seperti dulu. Komunitas internasional sudah tangkap apa yang sudah dibuat oleh pimpinan ULMWP pada 1 Desember 2020 di Inggris. Saya tertinggal banyak. Banyak hal yang saya belum ikuti. Dunia memang cepat bergerak Kita harus bermain ikuti irama global. Deklarasi Benny Wenda ditangkap oleh orang lain dan mereka memanfaatkan deklarasi itu dan menekan Indonesia. Coba baca media-media bahasa Inggris. Ini tidak main-main. Sekarang banyak orang sudah mengerti persoalan Papua. Banyak orang mendukung orang Papua secara global. Bagaimana kita jaga dan dukung ULMWP. ULMWP lahir setelah 50 tahun lebih orang Papua berjuang dengan kelompoknya masing-masing. Tidak ada orang yang lawan ULMWP, karena ULMWP wadah milik rakyat Papua, bukan milik perorangan, kelompok atau suku. Kalau ada masalah internal selesaikan sesuai aturan ULMWP yang ada, tapi jangan merusak atau mengganggu ULMWP dengan berbicara sani-sini dengan media.”
- Indonesia-MSG
Pemerintah Indonesia yang penduduknya mayoritas Melayu berjuang menjadi anggota MSG. Misi utamanya untuk menghalangi ULMWP menjadi anggota penuh MSG. Posisi Indonesia di MSG sebagai Associated Member dan ULMWP sebagai Observer. Intinya Indonesia dan ULMWP sama-sama berada dalam rumah MSG bukan beda kamar tapi dalam satu pertemuan resmi yang setara sebagai dua bangsa yang sedang bertikai selama lebih dari lima dekade sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang.
- Indonesia-PIF
ULMWP juga diterima dalam anggota Negara-Negara Pasifik dan didukung dengan komunike bersama pada 2018/2019 tentang penyelesaian persoalan pelanggaran berat HAM. Indonesia berusaha melobi dan mendekati para penguasa dan politidi di Negara-Negara anggota PIF, tetapi penguasa Indonesia belum bisa, bahkan tidak mungkin mendekati rakyat akar rumput dan gereja-gereja dan juga adat.
Untuk meniadakan dukungan dari Negara-Negara Pasifik tidak sedikit dana yang dikeluarkan. Jenderal (Purn. TNI) Wiranto pernah mengajukan dana tambahan untuk biaya diplomasi di Pasifik
“Kami mengajukan tambahan anggaran Rp 60 miliar. Ini untuk beli rumah di Pondok Indah saja tidak cukup. Anggaran ini untuk melakukan soft diplomasi untuk Papua,” ujar dia.”
“Di Pasifik Selatan ada 13 negara dan 7 di antaranya mendukung gerakan Papua merdeka. Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih gencar melakukan diplomasi terhadap negara-negara tersebut.”
“Ternyata di Pasifik Selatan ada 13 negara dan masing-masing punya (pengaruh) di PBB. Tujuh negara dukung kemerdekaan Papua.”
“Kita secara intens melakukan soft
diplomasi. Kita jelaskan. Ternyata karena kita kurang sentuh mereka, informasi tentang Papua mereka dapat justru dari Eropa. Para aktivis dapat informasi yang salah.” (Sumber: Liputan6.com dan Merdeka.com, 5 September 2018).
- Indonesia-ACP
ULMWP juga telah mendapat dukungan dari Negara-Negara anggota dari Afrika, Carabia dan Pasifik. Memang rawan disuap bagi penguasa dan para politisi. Negara Indonesia bisa pinjam uang banyak kepada Negara-Negara maju bukan untuk membangun rakyat Indonesia yang hampir 80% tergolong miskin, tetapi uang pinjaman itu untuk menyuap para pemimpin bangsa yang mendukung ULMWP. (Lihat diplomasi uang di nomor.3).
- Indonesia:Media Asing
Tantangan terberat dan terbesar dihadapi Indonesia ialah publikasi media asing tentang pelannggaran berat HAM, rasisme dan ketidakadilan yang dilakukan Negara Indonesia terhadap orang asli Papua yang tertutup rapat selama ini terbongkar dimana-mana. Penguasa Indonesia selama ini melarang media asing berkunjung ke Papua.
Indonesia sadar bahwa media itu Negara dalam Negara. Peran media mampu dan sanggup meruntuhkan kekuasaan suatu Negara dan pemerintahan. Memang sangat berbahaya bagi Indonesia kalau media asing langsung ke Papua dan melihat luka membusuk dan bernanah dalam tubuh bangsa Indonesia, yaitu pelanggaran berat HAM, Rasisme dan Keatidakadilan dan masih banyak yang buruk.
Dalam ketertutupan itu, Benny Wenda Ketua ULMWP mendeklarasikan Pemerintahan Sementara bangsa Papua Barat. Kesempatan yang dinanti-nanti Media Asing dan Media Asing mempublikasikan secara luas dan juga masif membuat penguasa Indonesia panik.
Persoalan Papua sudah menjadi konsumsi dan suara bagi seluruh media asing. Artinya, persoalan ketidakadilan, rasisme, pelanggaran berat HAM sudah menjadi persoalan yang berdimensi Internasional, bukan persoalan domestik Indonesia.
Media-media utama dan terkemuka yang mempublikasikan Deklarasi Pemerintahan Sementara bangsa Papua Barat ini merupakan babak baru yang luar biasa dalam perjalanan panjang sejarah perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat. Karena sebelumnya media internasional jarang, bahkan belum pernah publikasi secara besar-besaran dan luas tentang persoalan Papua Barat.
Rakyat dan bangsa Papua Barat melalui wadah politik resmi ULMWP telah meraih kemenangan di jantung-jantung media utama dan terkemuka di tingkat internasional. Beberapa bukti yang saya daftarkan sebagai berikut:
https://www.thetimes.co.uk/article/papuan-independence-battle-fought-from-oxford-village-3vkl0lw7n
https://time.com/5919228/west-papua-lives-matter-independence/
https://morningstaronline.co.uk/article/w/west-papuans-file-un-complaint-after-threats-benny-wenda
https://www.aljazeera.com/opinions/2020/12/17/us-can-no-longer-turn-a-blind-eye-to-abuses-in-papua
- Pemerintah Indonesia-Rakyat Indonesia
Sekarang ini, banyak generasi muda Indonesia belajar dan mengerti sejarah penggabungan Papua ke dalam wilayah Indonesia dengan berdarah-darah, yang diwarnai dengan kekerasan Negara, kekejaman militer, pelanggaran berat HAM, rasisme dan ketidakadilan. Generasi muda Indonesia tidak mau mewarisi warisan sejarah yang busuk, bengkok, tidak adik dan tidak benar. Generasi muda Indonesia tidak mau memelihara dan memikul sejarah yang penuh dengan darah dan air mata serta penderitaan panjang orang asli Papua. Generasi muda Indonesia adalah generasi era moderen yang berperadaban tinggi dalam era teknologi dan globalisasi. Sebagain generasi muda Indonesia sudah berdiri bersama rakyat dan bangsa West Papua untuk martabat kemanusiaan, keadilan, kedamaian dan masa depan yang lebih harmonis dengan sesama manusia di era yang semakin mengglobal.
- Indonesia-Orang Asli/Rakyat Papua
Sejak dulu, bangsa kolonial Indonesia menghadapi perlawalan orang asli Papua dengan berbagai bentuk perlawanan sampai sekarang telah membentuk wadah politik resmi, rumah bersama, perahu bersama dan honai bersama, yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Orang asli Papua ( OAP) sekarang tidak sendirian. Saya masih simpan surat seorang perempuan politisi Inggris dari Partai Hijau, Ibu Dr. Caroline Lucas, MEP, pada 8 Agustus 2008 menyurat kepada saya. Bunyi surat sebagai berikut:
“โฆsaya memohon kepada Anda, sampaikan pesan saya kepada orang-orang asli Papua Barat, Penentuan Nasib Sendiri adalah hak orang Papua Barat, dan akan mendapat kesempatan untuk memilih masa depan mereka sendiri. Pada saat itu banyak orang berdiri dalam solidaritas dengan semua orang di seluruh dunia dan orang Papua Barat tidak pernah akan dilupan.”
Seorang teman Menteri dari salah satu Partai di Inggris menyurat kepada saya pada 28 Juli 2008. Isi suratnya sebagai berikut: “Pak Socratez, โฆMasalah rakyat Papua Barat sangat berat bagi Indonesia. Anda berdoa, karena saya akan membahas masalah rakyat Papua dengan teman-teman di Partai kami.”
Sedangkan seorang teman baik saya, Bishop Lord Harries of Pentregarth anggota House of Lord di Parlemen Inggris pada 30 Juli 2008 menulis surat kepada saya dan bunyi suratnya sebagai berikut;
“Pak Socratez, saya dengan teman-teman di Inggris sangat senang dapat melakukan apa yang bisa kami lakukan untuk orang-orang Papua Barat. Yakinlah bahwa kehendak baik kami, doa-doa, dan dukungan kami dalam perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk masa depan yang kebih baik.”
- Indonesia-Dewan Gereja Papua (WPCC)
Posisi Dewan Gereja Papua ( WPCC), Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Dewan Gereja Dunia (WCC), 57 Pastor Pribumi jelas, yaitu mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk menyesaikan 4 akar persoalan Papua yang sudah ditemukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dan juga mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk mengadakan perundingan damai tanpa syarat dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang lebih netral.
Jadi, masalah kemanusiaan, pelanggaran berat HAM, ketidakadilan dan rasisme serta tragedi kemanusiaan tidak bisa disembunyikan dengan mitos-mitos dan stigma-stigma kuno dan usang: separatis, makar, opm dan kkb. Akar persoalan Papua sudah jelas dan terang benderang seperti luka membusuk dan dan bernanah itu sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sudah tertuang dalam buku Papua Road Map, yaitu 4 akar persoalan sebagai berikut:
(1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Terima kasih. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, Rabu, 17 Februari 2021
Penulis:
- Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP).
- Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
- Amggota: Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC).
- Anggota Baptist World Alliance (BWA).
Kontak Person: 08124888458