KITA MEMINUM AIR DARI SUMUR KITA SENDIRI UNTUK MEMBANGUN KERAJAAN ALLAH DAN MEMBELA KEHORMATAN KEMANUSIAAN RAKYAT DAN BANGSA WEST PAPUA DARI SORONG-MERAUKE, LEBIH KHUSUS NASIB WARGA BAPTIS
Oleh Dr. Socratez Yoman,MA Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua
Hari ini, 28 Oktober 2020, seluruh warga Baptis di Tanah West Papua dari Sorong-Merauke, kita sedang berkumpul dan memuji dan memuliakan nama Tuhan Yesus Kristus. Karena, lebih dari enam dekade, yaitu 64 tahun yang lalu tepatnya tanggal 28 Oktober 1956 terjadi pertemuan ajaib antara orang-orang asing (missionaris) dengan orang-orang asli Papua, lebih khusus orang Lani, tepatnya di Tiom, Lanny Jaya.
Pendeta Dr. Norman Draper, Myron Bromley, dan Ian Gruber dengan menempuh perjalanan panjang dan melelahkan dan tiba di Tiom pada 28 Oktober 1965 berjumpa dengan Kepala Suku Perang, Pigirik Yoman di Gurikpaga, Tiom, Lanny Jaya. Perjumpaan orang asing dengan orang Lani ini terjadi karena dua faktor.
Pertama, orang asing kulit berbeda, bahasa dan budaya yang berbeda dapat diterima dengan baik karena dalam peradaban dan norma-norma dan nilai budaya orang Lani dari turun-temurun. Ada nilai terpenting dan hakiki, yaitu menghormati tamu atau orang baru. Orang baru harus diterima dengan baik dan diberikan tempat yang layak untuk beristirahat dan diberikan makanan yang secukupnya, sekaligus melindunginya.
Kedua, karena kuasa pekerjaan Tuhan. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu….” Matius 28:18-20). Dan ditegaskan oleh dokter Lukas, “…kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah PR 1:8).
Tamu asing yang tidak diundang ini, disambut dengan sangat baik oleh Pigirik Yoman dan ia menyerahkan tanah miliknya kepada orang asing (missionaris) untuk membangun pos pelayanan pekabaran Injil. Tanah yang diserahkan itu di atasnya dibangun perumahan misionaris, pendidikan, pelayanan kesehatan dan juga lapangan terbang. Tanah ini telah menjadi aset Persekutuan Gereja-gereja Baptis.
Badan Misi Asing ini disebut Australian Baptist Missionary Society (ABMS) dan sekarang berubah nama Global InterAction (GIA) kantor pusat di Melbourne Australia.
Kita mengetahui bersama, tujuan atau misi kedatangan orang-orang asing ini untuk memperkenalkan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Sang Juruselamat dan Penebus dan Pembebas umat manusia dari belenggu kuasa Iblis dan juga kuasa dosa. Tuhan Yesus Kristus tidak dibawa atau diantar oleh orang asing. Tuhan itu Roh dan Ia ada dimana-mana, kapan saja dan hidup kekal.
Sebelum orang-orang asing datang memperkenal nama Tuhan, leluhur, nenek moyang dan orang tua kita sudah mengenal Tuhan Allah yang benar. Dalam suku lani ada kepercayaan “Nabelan Kabelan” yang artinya hidup kekal. Burung disimbolkan kematian karena tidak hidup setelah burung itu mati. Ular dilambangkan kehidupan kekal karena ular selalu mengganti kulit baru dan memiliki kulit yang baru.
Dalam keyakinan “Nabelan Kabelan” orang Papua, orang Lani dalam hidup mereka dengan sungguh-sungguh memelihara dan menghidupi nilai-nilai kebebaran, kasih, keadilan, kejujuran, kedamaian dan sangat menghormati martabat kemanusiaan, dan tidak pernah merampok, merampas, mencuri barang milik orang lain. Semua nilai ada dalam Kitab Suci, Alkitab.
Dalam kehidupan orang Papua pada umumnya dan lebih khusus orang yang Lani yang hidup dengan tertib, teratur dengan mengenal, mengerti dan tahu apa yang benar dan yang salah. Mereka juga hidup dengan keyakinan bahwa mereka sebagai pemilik pewaris tanah dan pemilik tanah. Orang-orang independen, memiliki otonomi luas, orang-orang yang merdeka, yang tidak diatur oleh siapapun. Mereka adalah orang-orang yang selalu hidup dalam kesadaran tinggi bahwa mereka memiliki kehidupan, mempunyai bahasa, sejarah, mereka mempunyai tanah, mereka mempunyai gunung, hutan, sungai, dusun yang jelas, garis keturunan yang jelas, mempunyai kepercayaan yang jelas, mereka mempunyai kemampuan untuk mengatur, dan mengurus apa saja, mereka tidak pernah pindah-pindah tempat, mereka hidup tertib dan teratur, mereka mempunyai segala-galanya, mereka tidak pernah mengemis dan tidak membuat proposal kepada siapapun.”
Nilai-nilai peradaban ini, dari waktu ke waktu semakin bergeser, tergilas, bahkan hilang, maka warga Baptis sekarang ini ada kehilangan jati diri, identitas dan nilai-nilai luhur warisan leluhur kita. Karena, warga Baptis lebih mencintai nilai-nilai baru, sejarah baru, ideologi baru dan bahasa baru.
Ini wajar, warga Baptis tidak bisa menghindar, menolak dan melarikan diri dari perubahan nilai-nilai dan keyakinan baru ini. Mau dan tidak mau, suka dan tidak suka dan senang dan tidak senang, semuanya harus kita ikut seleksi berdasarkan iman dan ilmu kita supaya warga Baptis tidak tergilas dan ketinggalan di era globalisasi yang terus bergerak cepat dalam hitungan detik, menit dan jam.
Jadi, perubahan era globalisasi adalah tantangan berat yang harus dijawab dan juga peluang-peluang atau kesempatan emas yang harus diraih oleh warga Baptis.
Untuk menjawab tantangan yang kita hadapi dan meraih dan mengisi peluang yang ada, warga Baptis harus berdiri kokoh dengan Tema: KITA MEMINUM AIR DARI SUMUR KITA SENDIRI UNTUK MEMBANGUN KERAJAAN ALLAH DAN MEMBELA KEHORMATAN KEMANUSIAAN RAKYAT DAN BANGSA WEST PAPUA DARI SORONG-MERAUKE, LEBIH KHUSUS NASIB WARGA BAPTIS
Apa yang dimaksud dengan Kita Meminum Air Dari Sumur Kita Sendiri Untuk Membangun Kerajaan Allah Dalam Dunia Realitas? Warga Baptis harus mandiri dalam Teologi, Daya dan Dana.
Warga Baptis harus berdiri diatas landasan Injil adalah kekuatan Allah (Roma 1:16-17). Warga Baptis harus memelihara dan menghidupi sejarah dan prinsip-prinsip Baptis yang Otonom, Merdeka, Independen, dan Mandiri yang terpisah dari Negara/Pemerintah. Gereja Baptis tidak ada hubungan dengan Negara/pemerintah karena Gereja Baptis didirikan oleh Tuhan Yesus diatas batu karang yang teguh dan alam maut tidak dapat menguasainya (Matius 16:13-20). Karena Gereja Baptis dan Negara mempunyai perbedaan hakiki, yaitu Gereja Baptis didirikan dengan kuasa Ilahi dan Negara/pemerintah didirikan atas dasar konstitusi/undang-undang yang dibuat dengan pikiran manusia.
Gereja Baptis harus membangun keluarga Kristen yang kuat supaya dari dalam keluarga Kristen akan lahir anak-anak, laki-laki dan perempuan yang sehat dan kuat dalam iman dan ilmu pengetahuan untuk menjadi pemimpin gereja, keluarfa masyarakat dan bangsa/negara.
Gereja yang kuat karena keluarga yang sehat dan kuat. Bangsa dan Negara yang kuat karena keluarga yang sehat dan kuat. Sebaliknya, gereja lemah karena keluarga yang lemah dan negara/bangsa yang lemah karena keluarga yang rapuh/rusak.
Pada kesempatan ini, saya menghimbau kepada seluruh anggota Gereja Baptis harus mengurangi pembangunan fisik seperti membangun gedung-gedung ibadah yang megah dengan mengeluarkan biaya puluhan juta, ratusan juta, bahkan nilai milyaran. Sebaiknya dan lebih bijaksana, warga Baptis kerahkan seluruh potensi yang ada, uang yang ada membangun Sumber Daya Manusia yang mempunyai kesanggupan ilmu pengetahuan memadai dan ketrampilan-ketrampilan yang teruji untuk menjawab tantangan era globalisasi dan mengisi atau meraih peluang-peluang yang tercipta karena globalisasi/modernisasi.
Warga Baptis jangan menjadi penonton atau kita jangan menjadi korban globalisasi. Warga Baptis perlu ada kesadaran pentingnya pendidikan. Pendidikan yang baik sanggup membebaskan manusia dari segala macam bentuk beleggu. Seperti Amsal mengingatkan kita. “Kebodohan menyesatkan jalan orang” ( Amsal 18:3).
Gereja Baptis harus melihat realitas hari ini, kita lebih baik melihat re-penginjilan (penginjilan kembali) ke dalam diri warga Baptis sendiri. Karena, warga Baptis harus diperkuat secara ke dalam dan setelah kuat, kita melihat keluar. Jangan kita sendiri kelaparan besar dan kehausan besar, tapi kita memikirkan yang jauh. Warga Baptis kita harus refleksi diri kita sebelum kita melihat kelaparan orang lain. Kita jangan memaksa diri kalau kita sendiri dalam keadaan kelaparan dan kehausan.
Warga Baptis perlu menyadari bahwa kita tidak berada dalam ruang kosong. Warga Baptis berada dalam ruang-ruang kehidupan yang penuh warna dan dinamika dengan berbagai wajah dan multi karakter. Artinya, Tanah Papua ini sudah tumbuh dan berkembang onak, duri dan jerat-jerat yang terus mengancam dan membahayakan keberlangsungan masa depan bangsa West Papua.
Karena itu, saya menyerukan kepada seluruh warga Baptis West Papua berdiri kokoh dan teguh di kaki sendiri, ideologi sendiri, keyakinan sendiri untuk melawan ketidakadilan, kekerasan dan kejahatan Negara Republik Indonesia yang merendahkan martabat kemanusiaan kita selama ini. Warga Baptis harus berdiri kokoh dan kuat untuk membela kehormatan dan martabat kemanusiaan orang asli Papua untuk menata masa depan yang lebih baik.
Warga Baptis harus mengambil dan memegang kendali kehidupan sendiri. Warga Baptis harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada bangsa lain. Warga Baptis lebih menyelidiki diri sendiri dan mengetahui siapa diri Anda dan mengenal potensi, talenta dan kelebihan yang ada pada Anda masing-masing. Sesungguhnya tongkat Musa ada pada Anda.Tuhan berbicara kepada Musa mampu untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Kanaan. Lima roti dan dua ikan ada pada Anda. Tuhan Yesus berkata: “Kamu harus memberi mereka makan.” Ini berarti dalam diri warga Baptis masing-masing ada kekayaan rohani dan jasmani.
Pada momentum bersejarah ini, saya menyerukan kepada seluruh warga Baptis, jangan melepaskan Tanah dan jangan menjual Tanah. Tanah adalah hidup kita. Tanah adalah mama kita. Tanah adalah kekayaan termahal yang Tuhan berikan kepada kita. Dari dalam Tanah Tuhan memberikan segala berkat berlimpah-limpah untuk kita hidup. Kita bisa hidup tanpa uang tapi kami tidak hidup tanpa Tanah. Orang yang terkaya di bumi ini bukan orang yang punya uang banyak. Orang terkaya di dunia ini adalah orang yang memiliki Tanah. Tuhan Allah berikan tugas dan tanggungjawab kepada kita untuk memelihara dan mengusahakan Tanah itu (Kejadian 2:15). Tuhan Allah tidak memberikan mandat dan kuasa untuk menjual Tanah, tapi kuasa untuk menjaga Tanah dan mengusahakan di atas Tanah milik Allah.
Pada saat kita hidup di atas Tanah milik Tuhan ini, Warga Baptis harus berani mengatakan kebenaran untuk membela kehormatan kemanusiaan kita dengan mengatakan: Kami bukan OPM, separatis, makar dan KKB. Katakan kepada penguasa Indonesia, bahwa sebelum Indonesia datang di Tanah pusaka dan leluhur kami di Papua, leluhur kami tidak tahu mitos-mitos OPM, separatis, makar dan KKB. Para misionaris asing juga tidak tahu OPM, separatis, makar dan KKB. Dalam Kitab Suci, Alkitab juga tidak tertulis kami OPM, separatis, makar dan KKB.
Kami manusia bermartabat yang hidup di atas Tanah pusaka kami. Kami bukan KKB, separatis, makar. Hargai kami sebagai manusia. Jangan merendahkan martabat kemanusiaan kami di atas Tanah leluhur kami sendiri. Hargai dan hormati kami sebagai manusia, kami pun hargai dan hormati Anda.”
Sekali lagi saya menegaskan, leluhur kami tidak mewariskan nama kami dengan mitos KKB, Separatis, Makar. Orang tua kami tidak menyembut kami KKB, separatis, makar. Tuhan kami tidak menyebut kami KKB, separatis, makar. Misionaris asing tidak mitoskan kami KKB, separatis, makar.
Pemerintah Indonesia, TNI-Polri sebagai kolonial modern, jangan mendirikan Kerajaan dan Pemerintahan Iblis di atas tanah leluhur rakyat dan bangsa West Papua dengan memproduksi mitos-mitos yang sangat tidak pantas atas hidup kami. Kami tahu, mengerti dan sadar, bahwa Pemerintah Republik Indonesia, TNI-POLRI, memang berniat buruk untuk memusnahkan rakyat dan bangsa West Papua dan ingin menguasai Tanah dan Sumber Daya Alam (SDA) serta mau merampok, mencuri, menjarah emas di atas Tanah kami, jangan dengan cara kolonialisme dan kekerasan yang merendahkan martabat kemanusiaan kami. Jangan berikan nama kami KKB, separatis, makar. Perbuatan itu secara iman sangat berdosa dan secara etika itu sangat salah.
Sebelum 1 Mei 1963, penguasa Indonesia, TNI-Polri menduduki dan membangun Kerajaan dan Pemerintahan kekerasan di Papua, rakyat dan bangsa West Papua ada kehidupan bersama TUHAN tanpa sebutan nama KKB, separatis dan makar.
Mitos KKB, mitos separatis, mitos makar itu diproduksi penguasa Pemerintah dan TNI-POLRI. Mitos KKB, mitos separatis, mitos makar itu milik penguasa kolonial modern Indonesia. Mitos KKB, mitos separatis, mitos makar itu bagian dari memperlebar dan memperluas Kerajaan kekerasan dan kejahatan di bumi. Karena mitos KKB, mitos separatis, mitos makar itu belum pernah dan hidup di Tanah Melanesia sebelum tanggal 1 Mei 1963.”
Di depan mata Gereja Baptis rakyat Papua dibantai seperti hewan dan binatang oleh penguasa Indonesia dengan seenak perut, pikiran, dengan ringan tangan, tanpa merasa bersalah dan berdosa. Kuasa Iblis berjalan disiang bolong dan berjalan telang dari waktu ke waktu sejak 1 Mei 1963 hingga 2020. Ini kehidupan kita yang tidak normal, sangat buruk, kehidupan yang penuh dengan kegelisahan dan ketakutan di atas Tanah pusaka kita.
Di depan mata kita, operasi militer di Nduga sejak 2 Desember 2018 sampai memasuki tahun 2020 dan dua bulan lagi kita memasuki tahun 2021. Di depan mata kita saudara-saudara kita di Nduga mengalami penderitaan: Ada yang ditembak mati dari TNI, ada yang mati di hutan karena kelaparan, ada yang tinggalkan kampung halaman mereka.
Di depan mata kita ada operasi militer sedang berlansung di Intan Jaya. Di depan mata kita Pdt Yeremias Zanambani tewas ditembak TNI (2020). Di depan mata kita
Rupinus Tigau Katalis/pewarta muda yang di tembak mati Pasukan Gabungan Nemangkawi TNI/ POLRI Jalae Distrik Sugapa Intan Jaya pada tanggal 26 Oktober 2020. Di depan mata kita Pdt Gerimin Nigiri (2018) ditembak mati oleh TNI di Nduga. Di depan mata kita Pendeta Elisa Tabuni (2004) ditembak mati oleh TNI di Tingginambut Puncak Jaya.
Kematian misterius generasi muda dari waktu ke waktu. Kejahatan apa yang terjadi di atas Tanah pusaka kita? Siapa yang melakukan kejahatan, kebiadan, kekejaman dan tindakan barbar di atas wajah leluhur, tulang belulang dan roh-roh leluhur rakyat dan bangsa Melanesia?
Martabat kemanusiaan kita direndahkan dengan tindakan rasisme. Tanah kita dirampas dengan seenaknya saja untuk membangun intalasi militer untuk remiliterisasi atau kembali Papua dijadikan Daerah Operasi Militer (DOM). Ini kejahatan yang perlu dilawan dengan doa dan cara-cara cerdas. Kita juga hidup dalam ketidakadilan, yaitu penguasa Indonesia sibuk membela Rohingya, Palestina dan Bosnia, tetapi kekejaman dan kekerasan dalam rumahnya sendiri semakin meningkat. Ada pembiaran kekejaman yang terus meningkat tajam.
Pada 27 Oktober 2020, kekuatan TNI-Polri dan Marinir menghadapi dan mewalan hati nurani para mahasiswa dan juga hati nurani rakyat Papua. Demo damai rakyat Papua dimana-mana dan dari waktu ke waktu diperhadapkan dengan kekuatan dan kekerasan Negara yang anti demokrasi, anti keadilan, anti kebenaran dan anti kedamaian.
Gereja Baptis West Papua tidak akan tinggal diam dan membisu bahkan tidak akan membiarkan kaum babar ini membuat kekacauan Tanah pusaka kami dan membantai orang asli Papua sebagai umat Tuhan.
Warga Baptis West Papua dari Sorong-Merauke patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas berkat pertolongan-Nya, Gereja Kemah Injil di Tanah Papua (GKIP-Kingmi), Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP) telah menjadi anggota resmi Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC) dan Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI-TP) telah menjadi anggota tertua. Jadi, warga Kingmi-GKIP, warga GIDI dan warga Baptis West Papua patut berterima kasih kepada GKI-TP atas dukungan rekomendasinya, maka Kingmi-GKIP, GIDI dan Baptis West Papua kembali berada bersama-sama dalam Rumah Keluarga Besar Melanesia dan Pasifik. Mari, mata kita, hati kita, pikiran kita, perasaan kita, mata kita dengan damai hidup bersama Keluarga Melanesia dan Pasifik.
Warga Baptis West Papua juga patut memuji Tuhan dan berterima kasih kepada empat pimpinan Gereja di Tanah Papua: Ketua Sinode GKI-TP, Pdt. Andrikus Mofu, M.Th., Ketua Sinode Kingmi-GKIP, Pdt. Dr. Benny Giay; Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pdt. Dorman Wandikbo, S.Th, dan Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua, Dr. Socratez Yoman.
Karena, empat pemimpin Gereja telah membuat atau mengukir sejarah di atas Tanah ini dengan membentuk Rumah Besar, Honai Besar dan Perahu Besar, yaitu DEWAN GEREJA PAPUA/WEST PAPUA COUNCIL OF CHURCHES (WPCC). Dari Rumah Besar dan Rumah Bersama ini, semua penderitan umat Tuhan, tetesan darah dan cucuran air ditampung, dikomunikasikan, didoakan dan disampaikan kepada Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC) dan Dewan Gereja Dunia (WCC) dan kepada Penguasa Indonesia. Rumah Besar dan Rumah Bersama bagi seluruh rakyat Papua, WPCC telah lahir pada 31 Januari 2020 dan dideklarasikan di Lapangan STAKIN Sentani pada Hari Injil ke 165 tanggal 5 Februari 1855-2020.
Bukti perhatian dari Keluarga Besar dari Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC) menyerukan doa puasa dari Sekretaris Jenderal PCC, Pendeta James S. Bhagwan, sebagai berikut: “Doa Puasa 40 hari dari tanggal 28 Oktober -6 Desember 2020 dengan Tema: Kelaparan tentang Kebebaran, Keadilan dan Kedamaian di West Papua.”
Seluruh warga Baptis West Papua diminta untuk sediakan waktu beberapa menit, jam atau hari untuk menghadap TUHAN Yesus Kristus meminta pertolongan untuk terwujudnya Kebenaran, Keadilan dan Kedamaian permanen di West Papua. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat, ketoklah, maka pintu akan dibukakan kepadamu” (Matius 7:7).
Saya sebagai Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua melihat dan menyaksikan rakyat dan bangsa West Papua dari Sorong-Merauke dengan suara mayoritas bulat menolak pemberlakuan Otonomi Khusus Jilid II. Menyikapi ini, Dewan Gereja Papua (WPCC) sudah menyatakan Otonomi Khusus sudah mati. Posisi kami sudah jelas karena Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 itu terbukti mesin pembunuh dan pemusnah Penduduk Asli Papua. Sebaliknya, dalam era Otonomi Khusus itu lebih sukses atau berhasil membangun dan memajukan REMILITERISASI. Jadi, rakyat dan bangsa West Papua mampu dan sanggup hidup tanpa Otonomi Khusus dan juga tanpa Indonesia yang hadir sebagai kolonial modern di atas Tanah pusaka kami.
Pada momentum historis ini, saya menyerukan dan meminta kepada seluruh warga Baptis West Papua dari Sorong-Merauke dengan teguh dan kuat berdoa untuk perjuangan rakyat dan bangsa West Papua melalui wadah politik resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Karena, rumah besar ini lahir setelah 50 tahun lebih dalam perjuangan yang terpecah belah dan berkelompok-kelompok. Seluruh warga Baptis wajib dan sama-sama menjaga ULMWP. Warga Baptis juga berkewajiban dukung dalam doa perjuangan Tentara Pembebasan Nasional-Papua Barat (TPN-PB), Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan berbagai bentuk gerakan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan harapan Papua Barat Merdeka dengan cara-cara damai, terhormat, lobi dan diplomasi yang bermartabat.
Mendoakan para pejuang Papua Barat merdeka melalui ULMWP, TPN-PB, KNPB bukan berdosa. Para para pejuang ini memperjuangkan nilai keadilan dan kebenaran untuk nasib masa depan sebuah bangsa yang merdeka dan lebih baik dan lebih damai. Dukung mereka dalam doa Karena Tuhan Yesus Kristus tidak melarang West Papua Merdeka. Alkitab tidak melarang West Papua merdeka. Gereja Baptis tidak melarang West Papua merdeka. Kekristenan tidak melarang West Papua merdeka. Dewan Gereja Papua (WPCC) tidak melarang West Papua merdeka. Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) juga tidak melarang West Papua merdeka. Dewan Gereja Dunia (WCC) tidak melarang West Papua merdeka. Alliansi Baptis Dunia (BWA) juga tidak melarang West Papua. TETAPI, yang dilarang TUHAN, dilarang Alkitab, dan dilarang Gereja dan dilarang hukum TUHAN ialah “Jangan MEMBUNUH & Jangan MENCURI” (Keluaran 20:13,15).
Saya menyerukan warga Baptis West Papua juga mendukung dalam doa dan memberkati pemerintah Vanuatu, Negara-Negara Melanesia (MSG), Negara-Negara Kepulauan Pasifik (PIF), Negara-Negara Afrika, Carabia dan Pasifik (ACP). Berdoa dan memberkati saudara-saudara dari Indonesia dan seluruh dunia yang mendukung perjuangan rakyat dan bangsa West Papua melalui wadah politik resmi ULMWP.
Dari kekejaman dan kekerasan Negara/Pemerintah Republik Indonesia yang digambarkan dalam sambutan ini didukung dan diperkuat dari Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno:
“Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus.”
“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).
“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Franz: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).
Pastor Frans Leishout,OFM melayani di Papua selama 56 tahun sejak tiba di Papua pada 18 April 1969 dan kembali ke Belanda pada 28 Oktober 2019. Pastor Frans dalam surat kabar Belanda De Volkskrant ( Koran Rakyat) diterbitkan pada 10 Januari 2020, menyampaikan pengalamannya di Tanah Papua.
” Saya sempat ikut salah satu penerbangan KLM yang terakhir ke Hollandia, dan pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian.”
Pastor Frans menggambarkan tentang siapa sebenarnya Indonesia. “Wajah Indonesia dari semula wajah sebuah kuasa militer.” ( Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, (2020: 594).
Karena kekerasan yang dilakukan TNI-POLRI, Pastor Frans Lieshout mengatakan bahwa “Papua tetaplah luka bernanah di Indonesia” (2020:601).
Dalam situasi Papua seperti luka membusuk dan bernanah ini, Perdamaian di Papua tidak dapat terwujud dalam suasana ketidakadilan. Kedamaian tidak dapat tercipta dalam iklim ketidakbenaran dan kemunafikan. Perdamaian tidak bisa terbangun sepanjang masih terjadi kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Nduga dan Intan Jaya dan di seluruh Tanah Papua.” …PERDAMAIAN di Papua tidak bisa diwujudkan dengan slogan-slogan kosong yang tertulis pada spanduk di jalan-jalan, di depan kantor dan dimana saja di Tanah Papua, seperti: “Damai Itu Indah”. Sementara yang membuat slogan itu, masih saja melakukan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua atas slogan NKRI harga mati dan demi kedaulatan dan keamanan nasional.
Kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terpanjang dalam sejarah yang dikalukan penguasa Indonesia harus diakhiri. Jalan penyelesaian yang lebih berkeadilan dan mendamaikan harus ditemukan, maka Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua menyambut baik dan mendukung Pernyataan Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada 30 September 2019 untuk bertemu dengan Kelompok Pro-REFERENDUM/ULMWP. Karena itu, warga Baptis West Papua mendukung Pemerintah Republik Indonesia segera menyelesaikan empat akar persoalan Papua yang sudah berhasil ditemukan dan dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008).
Empat akar persoalan Papua sebagai berikut:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Persoalan Papua sulit ditutup-tutupi dengan berbagai bentuk manipulasi dan rekayasa. Persoalan Papua adalah masalah martabat kemanusiaan, keadilan dan kesamaan derajat serta hak hidup dan hak politik suatu bangsa, yaitu bangsa West Papua. Persoalan Papua adalah masalah universal yang berdimensi internasional bukan persoalan domestik internal Indonesia.
Oleh karenanya, dalam penyelesaian 4 akar persoalan dan kompleksitas permasalahan di Papua, Pemerintah RI-ULMWP duduk setara untuk perundingan damai tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga yang netral, seperti penyelesaian kasus RI-GAM Aceh di Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Sambutan ini saya sampaikan atas petunjul dan perintah Gembala Agung, Guru Agung, Mesias Anak Allah yang hidup, Raja Damai dan Pemilik umat Tuhan. Ada penugasan dan mandat dari Tuhan Yesus Kristus untuk menjaga dan menggembalan Gereja-Nya. Tuhan Yesus berkata Rasul Simon Petrus dan kepada saya, Dr. Socratez Yoman:
“Apakah engkau mengasihi Aku? Gembalakanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-19). Karena, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimbahan” (Yohanes 10:10).
Saya hanya salah satu seperti Yohanes Pembaptis yang berseru-seru di atas tulang-belulang, tetesan darah dan cucuran air mata umat Tuhan di Tanah Melanesia ini. “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan bagi Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya” (Yohanes 1:23).
Karena itu, saya berseru kepada semua orang yang berniat mulia dan suci yang berjuang untuk mengakhiri penderitaan, tetesan darah dan cucuran air mata umat Tuhan di Tanah surga kecil yang jatuh di bumi ini, berjuanglah dengan kebenaran, berjuanglah dengan keadilan, berjuanglah dengan cara-cara bermartabat dan jalan DAMAI. “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).
Kedaulatan yang paling hakiki dan fundamental ialah kedaulatan pribadi yang diberikan oleh TUHAN, yaitu manusia dijadikan sesuai gambar dan rupa TUHAN.
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…” (Kejadian 1:26).
Jadi, manusia siapapun dan latar belakang apapun, tidak boleh direndahkan martabat kemanusiaannya dan diampas kedaulatannya dengan alasan apapun, termasuk dengan alasan kedaulatan NKRI.
Gembala umat Tuhan Timor Leste, Uskup Dom Carlos Filipe Ximenes,SDB, dapat menginspirasi dan menguatkan dan meneguhkan saya dan kita semua.
“…dalam realitas kalau sudah menyangkut pribadi manusia, walaupun dengan alasan keamanan nasional, Gereja akan memihak pada person karena pribadi manusia harganya lebih tinggi daripada keamanan negara atau kepentingan nasional.” (Frans Sihol Siagian & Peter Tukan. Voice the Voiceless, 1977:127).
Akhirnya, “Biarkanlah kata-kata dan kalimat-kalimat yang ada dalam sambutan pendek pada momentum bersejarah ini tetap berdenyut dan berseru-seru untuk menembus tembok-tembok keangkuhan dan meruntuhkan benteng-benteng kekerasan dan kekejaman penguasa. Dan juga menjadi seperti cahaya bintang-bintang kecil di dunia (Filipi 2:14-15).
Selamat Merayakan HUT Injil ke-64 pada 28 Oktober 1956-2020.
Ita Wakhu Purom, 28 Oktober 2020.
—————
Kontak person: 08124888458