SKENARIO KONFLIK ORIZONTAL TELAH GAGAL DI AIRPORT WAMENA, MINGGU, 15 NOVEMBER 2020
“Para delegasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diutus MRP telah meraih kemenangan dan menggagalkan skenario konflik orizontal. Ini kemenangan besar bagi rakyat dan bangsa West Papua yang selalu mencintai kedamaian.”
Oleh Gemba Dr. Socratez Yoman,MA
Menurut Kelompok Milisi Barisan Merah Putih dan sponsor anggap berhasil atas kepulangan Tim RDP MRP kembali ke Jayapura tanpa pertemuan untuk mendengar pendapat OAP yang berada di Lapago.
Dari perspektif yang lebih luas, dipalangnya atau dihalanginya Tim RDP dan pulang tanpa pertemuan dengan OAP di Wamena itu bukan keberhasilan/Kemenangan Kelompok Milisi Barisan Merah Putih dan sponsor mereka. Ini sebenarnya skenario Negara untuk ciptakan konflik orizontal yang telah gagal. Jadi, perbuatan Kelompok BMP dan sponsornya ini adalah KEBOHONGAN DAN KEJAHATAN NEGARA yang BERJALAN TELANJANG TANPA KAKI DI TANAH PAPUA terbukti dengan penolakan yang terjadi pada rombongan Tim RDP pada Minggu, 15 November 2020 di Airport Wamena yang dilakukan Milisi Barisan Merah Putih.
Ini juga dikategorikank skenario aparat Negara yang konyol. Perilaku orang-orang yang menganggap diri berpendidikan dan berpangkat tetapi mereka sungguh-sungguh merusak wibawa Negara. Skenario ini yang sangat memalukan Indonesia dan menjadi bahan lelucon. Tindakan ini memperlihatkan kebodohan dan kegagalan Negara dan melanggar undang-undang.
Pemerintah, TNI-Polri dan Kelompok BMP perlu belajar dan mengetahui kebenaran sebagai berikut.”Orang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amanahnya akan habis binasa” (Amsal 29:12). “Kalau pemerintah memperhatikan kebohongan, semua pegawainya menjadi fasik” (Amsal 22:8; 29:12).
JUJUR saja, saya sebagai orang asli Lembah Balim yang lahir dan besar di tengah-tengah suku Lani bangga dan merasa terhormat serta menjadi orang yang sangat bermartabat atas kemenangan yang diraih oleh Tim RDP yang telah berdiri teguh dan kokoh selama 7 jam di Airport Wamena pada Minggu, 15 November 2020 dalam menghadapi provokasi dari Kelompok BMP.
Tim RDP dari MRP tidak terpancing, tidak terpengaruh dan tidak terprovokasi. Tim RDP mengerti bahwa Kelompok BMP adalah teman-teman yang nasibnya tidak beruntung yaitu tidak berpendidikan baik dan mereka dengan mudah diperalat dan dimanfaatkan keterbatasan ilmu pengetahuan mereka. Keoompok BMP adalah korban kepentingan para kolonial.
DULU, pada Pepera 1969 adalah orang-orang tua kami lebih khusus di gunung semua belum berpendidikan atau belum sekolah dan gampang ditipu dengan moncong senjata untuk tinggal dengan Indonesia. Tetapi, KINI/Sekarang: “KAMI SUDAH SEKOLAH.” Penguasa Indonesia, TNI-Polri sedang menghadapi kami yang SUDAH SEKOLAH.
Penguasa Indonesia, TNI-Polri perlu sadar, bahwa Tim RDP dari MRP adalah orang-orang terdidik, berilmu dan tahu ajaran dan memegang nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur bangsa West Papua dan juga memegang teguh dan percaya nasihat Firman TUHAN.
“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota” (Amsal 16:32).
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).
“Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).
KEBENARAN tidak bisa dibendung dengan provokasi dan siasat adu domba. KEBENARAN tidak bisa ditaklukkan dengan rekayasa murahan. KEBENARAN tidak bisa disembunyikan dengan moncong senjata dan mitos-mitos seperti KKB, Separatis, Makar dan OPM.
KEBENARAN tidak dapat dikalahkan dengan Maklumat Kepolisian.KEBENARAN tidak pernah kalah dengan pernyataan bupati dan walikota yang menolak RDP di Jayapura. KEBENARAN tidak akan tunduk dan kalah dari kekuatan Penguasa Indonesia, TNI-Polri dengan perlengkapan Negara yang ada.
KEBENARAN & KEADILAN memperkokoh nasib sebuah bangsa. Sebaliknya, kebohongan dan ketidakadilan serta rekayasa menghancurkan sebuah bangsa dan hanya menjadi kenangan dalam catatan sejarah.
Para penguasa/pemerimtah di Indonesia, TNI-Polri, perlu sadar bahwa dunia saat ini sudah menjadi seperti sebuah desa atau kampung kecil. Tidak ada yang rahasia dan tidak ada yang tersembunyi. Tidak ada waktu untuk berpura-pura dan munafik. Tidak ada tempat dan lorong untuk bersembunyi. Semua menjadi telanjang. Karena kejahatan dan kebohongan penguasa berjalan telanjang tanpa kaki di siang bolong di Tanah Papua.
Berkat teknologi dan modernisasi semakin mengglobalnya dunia saat ini, setiap peristiwa yang terjadi dibelahan bumi barat dapat diketahui dibelahan bumi timur dalam waktu yang sama. Kita semua berada dalam dunia yang semakin berkembang dan berubah dengan cepat setiap detik, menit, jam dan hari.
Burung hitam yang terbang dalam malam hari juga dapat diketahui dengan jelas. Burung putih yang terbang dalam awan putih juga dapat dilihat dengan jelas. Jarum kecil yang jatuh dihutan rimba di sana juga dapat dilihat dengan terang.
Hanya orang yang buta mata dan buta hati nuraninya yang tidak melihat burung hitam yang terbang dalam malam hari dan burung putih yang terbang di dalam awan putih di siang hari dan juga tidak melihat dengan jelas jarum kecil yang jatuh di hutan rimba.
Kalau mencari pangkat dan jabatan jangan dengan mengorbankan hati nurani rakyat kecil. Kalau mau cari kedudukan dan kehormatan jangan dengan mengatasnamakan rakyat kecil. Kita jangan menaruh kaki kita dibahu dan punggung rakyat kecil. Kita jangan menaruh kaki diperut rakyat yang sedang lapar. Kita jangan memanfaakan kepolosan dan keluguan rakyat untuk kepentingan sesaat.
Ingat! Pangkat tidak abadi. Kedudukan tidak kekal. Kekuasaan ada batasan dimensi ruang dan waktu. Ketenaran tidak pernah berumur panjang. Kehormatan dan Pujian hanya hampa dan semu untuk mereka yang telah kehilangan harga diri dan martabat kemanusiaannya. Hidup ini ada batasnya. Hidup ini harus menjadi berkat untuk anak cucu dan sesama kita, bukan menjadi hinaan dan kutukan.
Jadi, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus dan Pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah representasi Adat, Agama dan Perempuan. MRP bukan perwakilan para bupati dan Walikota. Jadi, Rapat Dengar Pendapat (RDP) adalah hak mutlak MRP bersama rakyat yang dijamin konstitusi Negara Republik Indonesia bukan dengan para bupati dan walikota. Kalau ada penguasa yang melakukan penolakan RDP, maka logikanya ialah orang-orang itu sudah melawan konstitusi Negara dan mencederai dan melukai hati nurani rakyat Papua. Kebebasan berdemokrasi dan untuk berpendapat sebagai manusia berdaulat tidak boleh dibungkam. Ini era moderen yang berperadaban tinggi bukan era di zaman batu atau primitif.
Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, 16 November 2020
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
____