SURAT TERBUKA KEPADA INDONESIA
Perihal: Kejahatan Negara Dan Pelanggaran HAM Berat di TANAH Papua
Kepada Yang Terhormat,
- Presiden Republik Indonesia;
- Ketua DPR RI;
- Ketua DPD RI;
- Panglima TNI;
- Kapolri;
- Menkopolhukam;
- Mendagri;
- Menteri Hukum dan HAM dan lain-lain
Di JAKARTA
Shalom!
Terimalah salam saya dari TANAH konflik terlama dan terpanjang di Asia Pasifik, TANAH Papua Barat.
“SURAT Terbuka ini, saya abadikan dengan bolpen tulang belulang, tintanya air mata dan darah serta penderitaan bangsaku, orang asli Papua di atas TANAH leluhur kami.”
“Seluruh penderitaan orang asli Papua sejak 19 Desember 1961 dan 1 Mei 1963 sampai sekarang yang ditulis dengan tinta akan terhapus, tapi saya menulis penderitaan bangsaku ini semua dengan bolpen tulang belulang, tinta air mata dan darah di atas TANAH ini untuk dikenang oleh dua bangsa, yaitu bangsa Indonesia dan bangsa Papua Barat.”
Bapak-bapak sedang sibuk pecah-belah orang asli Papua dengan PEMAKSAAN Otsus jilid dan juga pemekaran provinsi-provinsi BONEKA yang miskin kajian akademik, miskin pertimbangan administrasi, miskin dukungan rakyat dan hanya muatan kepentingan politik dan keamanan menjadi landasan keputusan-keputusan sepihak.
Kami tahu, mengerti dan sadar bahwa pemaksaan Otsus jilid dua dan pemekaran DOB BONEKA itu mencerminkan bahwa penguasa Indonesia benar-benar berwatak rasialisme, fasisme, kolonialisme, militerisme, kapitisme, ketidakadilan.
Pemaksaan Otsus jilid dua dan DOB BONEKA itu mesin penghancur dan pembunuh serta pemusnah Orang Asli Papua yang dikemas dalam “slogan” pembangunan dan kesejahteraan. DOB BONEKA itu untuk Pendudukan, Remiliterisasi dan ReTransmigrasi di TANAH jajahan di Papua Barat.
Pertanyaan saya ialah kapan Pemerintah Indonesia menyelesaian pelanggaran HAM berat selama 61 tahun sejak 19 Desember 1961?
KARENA, persoalan pelanggaran HAM berat sudah menjadi seperti LUKA MEMBUSUK dan BERNANAH di dalam tubuh bangsa Indonesia yan sedang disembunyikan dengan pemaksaan Otsus jilid dua dan DOB BONEKA dan topeng-topeng, stigma, label daan mitos-mitos: separatis, KKB, Makar, OPM dan teroris.
Pemerintah Indonesia perlu merenungkan dan mengevaluasai pernyataan iman dari Prof. Dr. Franz Magnis dan Pastor Frans Lieshout adalah fakta, realitas, kenyataan, bukti tentang apa yang dilakukan penguasa kolonial Indonesia terhadap rakyat dan bangsa West Papua.
“Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia…..“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah LUKA MEMBUSUK di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).
“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Franz: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).
Sementara Pastor Frans Lieshout melihat bahwa “Papua tetaplah LUKA BERNANAH di Indonesia.” (Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, (2020:601).
LUKA MEMBUSUK dan LUKA BERNANAH di dalam tubuh bangsa Indonesia,
yaitu, pelanggaran HAM berat sebagai berikut:
- Biak Berdarah pada 6 Juli 1998;
- Abepura (Abe) berdarah pada 7 Desember 2000.
- Wasior berdarah pada 13 Juni 2001.
- Kasus Theodorus (Theys) Hiyo Eluay dan Aristoteles Masoka pada 10 November 2001.
- Wamena berdarah pada 4 April 2003.
- Kasus Musa (Mako) Tabuni 14 Juni 2012.
- Kasus Paniai berdah pada 8 Desember 2014.
- Kasus Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 November 2020.
- Bagaimana dan sejauh mana penguasa kolonial Indonesia bertanggungjawab untuk penggembalian 60.000 penduduk orang asli Papua ke kampung halaman mereka dan sampai saat ini masih berada di dearah-daerah pengungsian akibat operasi militer besar-besaran di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, Maybrat dan Pegunungan Bintang.
- Dan masih ratusan, bahkan ribuan korban orang asli Papua ditangan penguasa kolonial modern Indonesia.
Dimana sekarang ini, Kombes Pol. Daud Sihombing,SH dan Brigjen. Pol. Drs. Johny Wainal Usman? Orang-orang ini seharusnya dihukum seberat-beratnya atau dihukum seumur hidup, bila perlu dihukum mati karena tindakan mereka menyebabkan Orry Doronggi dan Johni Karunggu mati ditangan polisi di kamar tahanan polres Jayapura. Dalam kasus ini banyak mahasiswa yang disiksa dan dianiaya dengan cara-cara biadab, kriminal, barbar dan rasis.
Pledoi Pribadi (Pembelaan Pribadi) Komisaris Besar Polisi Drs. Daud Sihombing, SH (Dahulu Kapolres Jayapura) di Makassar, 29 Juli 2005, berjudul: “Jangan Terperdaya Oleh Maksud Jahat Dari Para Pengkhianat Negara.”
Memang, Iblis itu cerdik dan licik, jadi penjahat kemanusiaan ini berlindung dibalik tameng Negara. Sesungguhnya, Daud Sihombinglah pengkhianat martabat kemanusiaan dan menghina serta melecehkan manusia sebagai gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26).
Dimana Letkol Inf Hartomo, Kapten Inf Rionardo, Sertu Asrial, Praka Achmad Zulfahmi, Mayor Inf Donni Hutabarat, Lettu Inf Agus Soeprianto dan Sertu Lorensius Li?
7 orang ini dengan tangan mereka memegang Theodorus Hiyo Eluay dan sopirnya Aristoteles Masoka. Apakah 7 orang ini sudah diberikan hukuman setimpal sesuai dengan perbuatan kejahatan kemanusiaan terberat ini? Apakah mereka ini dinobatkan sebagai pahlawan nasional setelah menculik, membunuh dan menghilangkan nyawa rakyat sipil ini?
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menganggap anggota Kopassus yang dihukum karena melakukan pembunuhan terhadap Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay sebagai pahlawan. Ryamizard meminta anggota Kopassus tersebut dihukum ringan. Hukum mengatakan mereka bersalah. Okelah dia dihukum. Tetapi bagi saya dia pahlawan.” (( Tempo, Interaktif: 23/4/2003).
Aneh tapi nyata, penguasa kolonial modern Indonesia berusaha target Sidang PBB Tahunan pada bulan September 2022 dengan merekayasa dan berpura-pura menyelesaikan kasus Paniai 8 Desember 2014 dengan tuduhan pelakunya hanya satu anggota TNI. Peristiwa ini terjadi pada waktu siang dan disaksikan oleh orang banyak dan dalam peristiwa tersebut, 17 orang lainnya luka-luka. Dalam laporan KontraS menyebutkan bahwa lima orang yang tewas bernama Otianus Gobai (18), Simon Degei (18), Yulian Yeimo (17), Abia Gobay (17) dan Alfius Youw (17).
Apakah lima siswa yang tewas ini ditembak hanya oleh satu orang anggota TNI? Siapa Komandan lapangan yang memerintahkan untuk melakukan penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa lima orang siswa? Siapa komandan yang lebih tinggi dari komandan di lapangan? Artinya siapa Dandim, dan siapa Pangdam? Apakah dalam TNI tidak ada garis komando?
Akhir dari surat ini, saya mau sampaikan dari perspektif atau dimensi iman, bahwa darah, air mata, tulang belulang dan penderitaan orang-orang asli Papua selamanya mengejar penguasa Indonesia dan anak cucu. Hari ini mereka berfikir hebat dan menang tapi siapa menanamkan kejahatan pasti memetik hasil kejahatan juga.
“Ingat, hukum TABUR dan TUAI itu akan berlangsung. KARMA itu akan terjadi. Apakah kalian tidak puas? Kita lihat apa yang terjadi?” (Muhammad Rivai Darus, SH, Jurubicara Gubernur Papua, 11 April 2022).
Doa dan harapan saya, surat ini megetuk nurani bapak-bapak. Terima kasih.
Ita Wakhu Purom, 30 Juni 2022
Penulis:
- Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
- Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
- Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC).
- Anggota Baptist World Alliance (BWA).
Nomor kontak: 08124888458